Menurut Yendra, tidak ada peraturan perundang-undangan yang melegitimasi pengusiran terhadap warga negara dengan alasan apapun.
(Baca: Mendagri Larang Bupati Bangka Usir Warga Ahmadiyah)
Ia menilai, pengusiran yang terjadi di Bangka karena pemerintah daerah salah menafsirkan isi Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Kejaksaan Agung dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (SKB 3 Menteri) tahun 2008 tentang Ahmadiyah.
"Terkait SKB 3 menteri, sebenarnya tidak ada pelarangan aktifitas maupun pembekuan organisasi. Tetapi oleh pemerintah daerah SKB tersebut salah ditafsirkan menjadi dasar pelarangan. Harus ada evaluasi dari pemerintah pusat kenapa pemerintah daerah mengeluarkan peraturan yang tidak sejalan dengan SKB," ujar Yendra ketika ditemui Kompas.com, di Jakarta, Senin (8/2/2016).
Dalam SKB 3 Menteri tersebut, pemerintah memberi peringatan kepada anggota JAI, sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
(Baca: Pemerintah Diminta Serius Tangani Pengusiran Warga Ahmadiyah di Bangka)
Pada poin berikutnya juga dikatakan bahwa pemerintah meminta seluruh elemen masyarakat menjaga kerukunan umat beragama dengan tidak melakukan tindakan melawan hukum terhadap warga Ahmadiyah.
"Lalu kenapa kami diusir? Seharusnya ada juga sosialisasi bahwa tidak boleh menyikapi persoalan Ahmadiyah dengan kekerasan sebagaimana tertuang dalam SKB," kata Yendra.
Pasca pengusiran, dia ingin kepastian dari negara untuk memenuhi hak-hak Ahmadiyah sebagai warga negara. Setidaknya, kata Yendra, warga Ahmadiyah diberikan hak untuk tinggal dan jaminan atas keamanan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.