Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi III Resmi Bentuk Panja Kasus Setya Novanto

Kompas.com - 02/02/2016, 10:42 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pembentukan panitia kerja oleh Komisi III DPR terkait penegakan hukum kasus dugaan pemufakatan jahat permintaan saham PT Freeport Indonesia yang menjerat Setya Novanto bukan sekadar wacana.

Panja ini resmi terbentuk dan disepakati oleh semua anggota Komisi III DPR dalam rapat pleno internal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/2/2016).

"Ini baru diputuskan, disetujui secara kuorum oleh Komisi III," kata anggota Komisi III DPR, Daeng Muhammad.

Panja tersebut dipimpin oleh dua Wakil Ketua Komisi III, yakni Benny K Harman dari Fraksi Demokrat dan Mulfachri Harahap dari Fraksi Partai Amanat Nasional.

(Baca: Ruhut: Komisi III Bela Setya Novanto)

Daeng mengatakan, semua anggota Komisi III sepakat membentuk panja ini karena melihat kasus pemufakatan jahat yang menjerat Novanto sudah menjadi perhatian publik.

"Kita pilah-pilah kasus mana yang menjadi perhatian publik, mana yang urgen dan tidak. Maka, yang urgen kita berikan perhatian khusus, salah satunya kasus Freeport. Bukan persoalan personal dengan kaitannya Setya Novanto, tidak ada," ujar Daeng.

Dugaan adanya pemufakatan jahat diketahui berdasarkan rekaman percakapan dalam pertemuan antara Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan bos PT Freeport Indonesia ketika itu, Maroef Sjamsoeddin.

(Baca: Bambang Soesatyo Akui Panja Kasus Novanto Dibentuk karena Solidaritas)

Percakapan pertemuan yang digelar di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, pada 8 Juli 2015 itu direkam oleh Maroef.

Rekaman sudah diputar oleh MKD dan ponsel yang dipakai untuk merekam sudah diserahkan ke kejaksaan.

Dalam pertemuan itu, diduga ada permintaan saham PT Freeport Indonesia kepada Maroef dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Adapun terkait dugaan pelanggaran etika dalam kasus tersebut, Mahkamah Kehormatan Dewan menutup pengusutan perkara Novanto tanpa putusan apa pun.

Intervensi penegakan hukum

Sebelumnya, saat wacana pembentukan panja Novanto bergulir, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan keberatan.

Menurut dia, pembentukan panja ini bisa menimbulkan kesan bahwa DPR mengintervensi penegakan hukum, mengingat Kejaksaan Agung tengah menangani kasus dugaan pemufakatan jahat ini.

"Saya khawatir nanti justru dengan adanya catatan seperti itu akan membentuk panja dan sebagainya bisa lembaga yang terhormat (DPR) ini dianggap mengintervensi penegakan hukum," kata Prasetyo seusai rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/1/2016) malam.

Prasetyo mengatakan, proses politik keterlibatan Novanto yang meminta saham PT Freeport ini sudah selesai di Mahkamah Kehormatan Dewan.

Kini, giliran kejaksaan yang mengusut kasus ini berdasarkan proses hukum. Penegakan hukum, kata dia, harus dijaga dan berjalan sesuai dengan jalurnya sendiri.

(Baca: Jaksa Agung Nilai Panja Kasus Novanto Kesankan Intervensi DPR atas Penegakan Hukum)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com