JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, masih dalam proses revisi.
Pasal yang direvisi yakni yang mengatur soal penimbunan komoditas pangan.
"Ya itu sedang direvisi. Kami berikan masukan untuk direvisi," ujar Badrodin di Kompleks PTIK, Jakarta Selatan, Jumat (29/1/2016).
Revisi Perpres itu dilakukan karena pasal soal penimbunan dianggap menghalangi proses penyidikan.
Bareskrim Polri pernah menyelidiki dugaan penimbunan sapi potong di dua feedlotter di Tangerang, Oktober 2015 lalu. Namun, perkara itu tidak sampai naik ke tahap penyidikan.
Sebab, dalam kajiannya, aksi menahan stok sapi yang dilakukan pengusaha feedlotter itu tidak masuk kategori penimbunan jika merujuk Perpres itu.
Ayat (1) Perpres itu berbunyi, "Dalam hal terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang, barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dilarang disimpan di gudang dalam jumlah dan waktu tertentu".
Adapun ayat (2) pasal yang sama berbunyi, "Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu jumlah di luar batas kewajaran yang melebihi stok atau persediaan barang berjalan, untuk memenuhi pasar dengan waktu paling lama tiga bulan, berdasarkan catatan rata-rata penjualan per bulan dalam kondisi normal".
Artinya, jika rata-rata penjualan di feedlotter itu 150 ekor per hari, jumlah yang masuk kategori penimbunan sekitar 13.000 ekor sapi.
Adapun yang penyidik dapat di kedua feedlotter itu hanya 5.000-an ekor sehingga tidak termasuk kategori penimbunan. Penyelidikan kasus itu pun dihentikan.
Sementara, dengan kondisi menahan stok itu saja sudah menyebabkan harga bergejolak. Oleh sebab itu, revisi Perpres dilakukan.
Perintahkan Kabareskrim
Meski revisi belum final, Badrodin mengaku, telah memerintahkan Kepala Bareskrim Polri Komjen (Pol) Anang Iskandar untuk terus memantau gejolak harga pangan.
Jika ada kenaikan harga pangan yang dirasa janggal, ia minta polisi turun tangan menyelidikinya.
"Kalau ada kenaikan harga, ada tiga sebabnya. Pertama, keterlambatan pasokan. Kedua, stoknya habis. Ketiga, ada penyimpangan," ujar Badrodin.
"Tapi kalau stoknya ada, supply-nya lancar tak ada kendala, tapi harga bergejolak, mungkin ada permainan. Nah kami harus turun untuk menyelidikinya. Apa akibat kartel? Atau apa?" lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.