JAKARTA, KOMPAS - Minggu, 27 Januari 2008, pukul 13.10 WIB, presiden kedua RI, Soeharto (1967-1998), meninggal. Presiden keenam RI (2004-2014), Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, setelah menerima laporan tentang hal itu, membatalkan kepergiannya ke Bali untuk membuka Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang anti korupsi.
Di kantornya, SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan pengibaran bendera Merah Putih setengah tiang selama tujuh hari sebagai ungkapan belasungkawa.
Begitulah catatan Dino Patti Djalal yang dibukukan dalam bukunya, Harus Bisa!: Seni Memimpin ala SBY.
Dino, juru bicara SBY untuk bidang luar negeri saat itu, mencatat pula, SBY dan istrinya, Ny Ani Yudhoyono, pada hari Minggu itu juga melayat ke kediaman almarhum di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta. SBY dan Ny Ani berdoa di depan jenazah almarhum. Mbak Tutut, putri sulung Soeharto, menawari SBY untuk melihat wajah almarhum yang telah ditutup kain kafan. SBY mengangguk.
"SBY memandang wajah Pak Harto yang rautnya jauh lebih tua dibanding ketika beliau lengser tahun 1998, dengan ekspresi tenang, seakan-akan lega karena sudah lepas dari berbagai permasalahan," demikian catat Dino.
Dalam upacara pemakaman di Astana Giri Bangun, Karanganyar, Jawa Tengah, SBY bertindak sebagai inspektur upacara dan menyampaikan pidato yang ditulisnya sendiri.
Dalam pidatonya, demikian catatan Dino, SBY tidak menyatakan memaafkan Pak Harto karena memang memaafkan Pak Harto adalah urusan Allah SWT. Selain itu, kelak, sejarah yang akan memberikan penilaian terakhir terhadap Pak Harto.
Menurut Dino, setelah pemakaman itu ada beberapa pertanyaan kepada Ny Ani Yudhoyono. Bunyi pertanyaan itu antara lain, "Mengapa keluarga SBY memberikan perlakuan istimewa pada wafatnya Pak Harto, padahal dulu pernah ada episode yang tidak enak antara Presiden Soeharto dan Jenderal Sarwo Edhie, ayah Ny Ani dan mertua SBY".
Pertanyaan lainnya kepada Ny Ani, "Ketika Letjen TNI Sarwo Edhie Wibowo wafat tahun 1989, masyarakat melihat perhatian Presiden Soeharto biasa-biasa saja."
"Keluarga saya tidak boleh dan tidak pernah dendam pada siapa saja," kata Ny Ani Yudhoyono saat itu.
Sebagai catatan tambahan, hubungan pemerintahan Soeharto dan Sarwo Edhie, dalam buku SBY: Selalu Ada Pilihan, SBY mencatat, "Ayah mertua saya, Sarwo Edhie Wibowo, pernah difitnah akan melakukan kudeta kepada Pak Harto."
Dalam bukunya, SBY juga mengatakan pernah difitnah pihak tertentu akan mengudeta Soeharto pada Mei 1998. Tuduhan ini dibahas oleh SBY ketika bicara masalah dunia intelijen, dulu pada masa pemerintahan otoritarian.
Selamat membaca sejarah peristiwa delapan tahun lalu. (J Osdar)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Januari 2016, di halaman 2 dengan judul "Sikap SBY Ketika Soeharto Meninggal".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.