Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap SBY Ketika Soeharto Meninggal

Kompas.com - 26/01/2016, 18:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Minggu, 27 Januari 2008, pukul 13.10 WIB, presiden kedua RI, Soeharto (1967-1998), meninggal. Presiden keenam RI (2004-2014), Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, setelah menerima laporan tentang hal itu, membatalkan kepergiannya ke Bali untuk membuka Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang anti korupsi.

Di kantornya, SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan pengibaran bendera Merah Putih setengah tiang selama tujuh hari sebagai ungkapan belasungkawa.

Begitulah catatan Dino Patti Djalal yang dibukukan dalam bukunya, Harus Bisa!: Seni Memimpin ala SBY.

Dino, juru bicara SBY untuk bidang luar negeri saat itu, mencatat pula, SBY dan istrinya, Ny Ani Yudhoyono, pada hari Minggu itu juga melayat ke kediaman almarhum di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta. SBY dan Ny Ani berdoa di depan jenazah almarhum. Mbak Tutut, putri sulung Soeharto, menawari SBY untuk melihat wajah almarhum yang telah ditutup kain kafan. SBY mengangguk.

"SBY memandang wajah Pak Harto yang rautnya jauh lebih tua dibanding ketika beliau lengser tahun 1998, dengan ekspresi tenang, seakan-akan lega karena sudah lepas dari berbagai permasalahan," demikian catat Dino.

Dalam upacara pemakaman di Astana Giri Bangun, Karanganyar, Jawa Tengah, SBY bertindak sebagai inspektur upacara dan menyampaikan pidato yang ditulisnya sendiri.

Dalam pidatonya, demikian catatan Dino, SBY tidak menyatakan memaafkan Pak Harto karena memang memaafkan Pak Harto adalah urusan Allah SWT. Selain itu, kelak, sejarah yang akan memberikan penilaian terakhir terhadap Pak Harto.

Menurut Dino, setelah pemakaman itu ada beberapa pertanyaan kepada Ny Ani Yudhoyono. Bunyi pertanyaan itu antara lain, "Mengapa keluarga SBY memberikan perlakuan istimewa pada wafatnya Pak Harto, padahal dulu pernah ada episode yang tidak enak antara Presiden Soeharto dan Jenderal Sarwo Edhie, ayah Ny Ani dan mertua SBY".

Pertanyaan lainnya kepada Ny Ani, "Ketika Letjen TNI Sarwo Edhie Wibowo wafat tahun 1989, masyarakat melihat perhatian Presiden Soeharto biasa-biasa saja."

"Keluarga saya tidak boleh dan tidak pernah dendam pada siapa saja," kata Ny Ani Yudhoyono saat itu.

Sebagai catatan tambahan, hubungan pemerintahan Soeharto dan Sarwo Edhie, dalam buku SBY: Selalu Ada Pilihan, SBY mencatat, "Ayah mertua saya, Sarwo Edhie Wibowo, pernah difitnah akan melakukan kudeta kepada Pak Harto."

Dalam bukunya, SBY juga mengatakan pernah difitnah pihak tertentu akan mengudeta Soeharto pada Mei 1998. Tuduhan ini dibahas oleh SBY ketika bicara masalah dunia intelijen, dulu pada masa pemerintahan otoritarian.

Selamat membaca sejarah peristiwa delapan tahun lalu. (J Osdar)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Januari 2016, di halaman 2 dengan judul "Sikap SBY Ketika Soeharto Meninggal".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com