Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Betulkah Rekaman yang Beredar Suara Bahrun Naim?

Kompas.com - 18/01/2016, 18:40 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Rekaman suara yang disebut sebagai suara Bahrun Naim beredar di media sosial, Senin (18/1/2016). Suara orang yang disebut polisi sebagai auktor intelektualis teror di kawasan Sarinah, Jakarta, tersebut beredar pertama kali melalui aplikasi Souncloud.

Rekaman suara itu kemudian disebar melalui YouTube. Suara itu diberi teks bahwa Bahrun membantah dirinya dalang teror kawasan Sarinah.

Namun, tak ada pernyataan yang dapat menyimpulkan adanya bantahan.

"Lah wong saya jarang online, ada komunikasi, ada komunikasi dari Hongkong apa?" demikian suara dalam rekaman selama enam detik itu.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan mengatakan, Polri sudah dapat informasi mengenai rekaman suara itu. Meski demikian, polisi belum dapat memastikan apakah suara itu benar suara Naim atau bukan.

"Kami harus menyelidiki dulu apakah benar itu suara Bahrun Naim atau bukan," ujar Anton di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (18/1/2016).

Anton mengatakan, Polri memiliki teknologi yang dapat digunakan untuk mencocokkan suara seseorang. Menurut dia, tingkat keakuratan teknologi itu sangat tinggi.

"Jangankan suara, bodi (mayat) saja bisa kami identifikasi," ujar Anton.

Polisi hanya khawatir suara tersebut diunggah oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk memperkeruh suasana.

Anton sebelummya mengatakan, Bahrun Naim adalah terduga teroris yang menguasai teknologi informasi. Bahrun disebut memanfaatkan teknologi tersebut untuk merekrut pengikut dan merencanakan aksi teror.

"Dia ini (Bahrun) ahli IT, punya tim sendiri," kata Anton di Mabes Polri, Jakarta, Minggu (17/1/2016). (Baca: Bahrun Naim Manfaatkan IT untuk Rencanakan Aksi Teror)

Anton mengungkapkan, pola komunikasi Bahrun menggunakan perantara dan aplikasi layanan pesan singkat. Ia juga menyebut Bahrun melakukan rekrutmen dengan memasang iklan ajakan melalui media sosial.

"Yang jelas ada rekrutmen yang dilakukan melalui IT, semacam iklan," kata dia.

Muhammad Bahrun Naim alias Anggih Tamtomo alias Abu Rayan merupakan eks narapidana kepemilikan senjata api dan bahan peledak. Naim ditangkap Datasemen Khusus 88 Antiteror Polri pada November 2010.

Sebagai barang bukti dalam penangkapan itu, Densus 88 menyita 533 butir peluru laras panjang dan 32 butir peluru kaliber 99 milimeter. (Baca: Bahrun Naim, dari Terpidana hingga Ambisi Memimpin NIIS Asia Tenggara)

Namun, dalam proses penyidikan kasus Bahrun Naim, kepolisian tidak menemukan adanya keterkaitan Naim dengan tindakan terorisme.

Alhasil, pada persidangan di Pengadilan Negeri Surakarta, Jawa Tengah, 9 Juni 2011, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara 2 tahun 6 bulan bagi Naim karena melanggar Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1951 tentang Kepemilikan Senjata Api dan Bahan Peledak.

Seusai menjalani hukuman, ia bebas sekitar Juni 2012. Menurut catatan Satuan Tugas Khusus Antiteror Polri, Naim diduga telah melakukan baiat atau menobatkan diri sebagai bagian dari Negara Islam Irak dan Suriah pada 2014. Pada tahun yang sama, Naim menuju Suriah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com