JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf membenarkan adanya aliran dana dari luar negeri untuk membiayai aksi teror di Indonesia.
Uang itu masuk ke Indonesia melalui transfer. Yusuf mengatakan, ada seseorang yang menetap di negara tetangga pada wilayah selatan dan mengirimkan sejumlah dana ke Indonesia.
Dana tersebut berasal dari beberapa negara lain dan salah satunya negara di kawasan Timur Tengah.
Penerima uang di negara tetangga wilayah selatan itu mengirimkan uangnya ke rekening pribadi di Indonesia, termasuk rekening istrinya. Kemudian, uang dialirkan kepada sebuah yayasan.
Dari yayasan tersebut, dana itu kemudian diberikan kepada orang yang ingin berangkat ke daerah konflik dan seseorang berinisial H.
Oleh H, dana itu dialirkan untuk pemasok senjata dari Filipina.
"Di antara uang itu, ada yang dikirim ke yayasan. Nah, konteks yayasan itu kita enggak clear, apakah sedekah atau bantuan," kata Yusuf di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (18/1/2016).
Menurut Yusuf, transaksi keuangan itu berlangsung sejak Juni 2015. Temuan PPATK sesuai dengan informasi yang disampaikan Menko Polhukam.
Informasi itu khususnya mengenai pasokan senjata untuk para terduga teroris di Indonesia yang berasal dari Filipina.
Yusuf melanjutkan, uang untuk orang yang ingin berangkat ke daerah konflik jumlahnya kisaran Rp 10 juta.
Uang ini diduga hanya dimanfaatkan untuk menutup keperluan selama perjalanan menuju daerah konflik di Indonesia.
"Tetapi, kalau pada inisial H itu puluhan juta juga, konteksnya untuk beli senjata," ucap Yusuf.
Ia mengungkapkan, PPTAK sulit melacak aliran dana tersebut lebih merinci karena sebagian besar digunakan untuk transaksi tunai.
Yusuf menyarankan ada regulasi pengawasan penggunaan uang tunai, pembatasan transaksi tunai, dan pengetatan oleh pemberi jasa keuangan-pengiriman.
"Cash itu susah mengawasinya, salah satu cara dengan memperketat KYC (know your costumer). Dengan begitu, kita bisa mencegah sejak dini (jika) digunakan uang untuk yang tidak resmi," tutur Yusuf.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.