Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Tak Bisa Ikut Usut Kasus "Papa Minta Saham", Ini Penjelasan Kapolri

Kompas.com - 08/01/2016, 15:05 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Bareskrim Polri dipastikan tidak ikut mengusut kasus dugaan permintaan saham PT Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla. Sebab, polisi merasa tidak bisa menindaklanjuti kasus itu.

"Berdasarkan penelitian dengan para ahli, sementara hasilnya begitu. Tidak bisa diusut kasusnya," ujar Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/1/2016).

Kasus itu terungkap berdasarkan rekaman percakapan dalam pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha migas Riza Chalid, dan bos PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin.

Ada dua jenis pidana umum yang awalnya hendak diselidiki dalam peristiwa itu. Pertama, sangkaan pencemaran nama baik kepada Jokowi. Kedua, sangkaan penipuan terhadap pihak Freeport.

Soal pencemaran nama baik Presiden, lanjut Badrodin, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan delik tersebut. Jika Jokowi sebagai kepala negara melaporkan hal itu, polisi tidak dapat menyelidiknya.

Namun, jika Jokowi mengadu atas nama pribadi, bukan dalam status sebagai kepala negara, hal itu juga tidak memenuhi unsur sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 310 dan 311 KUHP.

"Ternyata itu juga tidak memenuhi syarat pidana karena (rekaman percakapan Novanto-Chalid-Maroef) tidak diumumkan ke publik. Yang membuat itu ke publik kan bukan Novanto, melainkan proses di Mahkamah Kehormatan Dewan," ujar Badrodin.

Sementara itu, dalam Pasal 310 KUHP tertulis, "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara..."

Artinya, lanjut Badrodin, percakapan tersebut yang di dalamnya diduga mengandung unsur pencemaran nama baik bukan ditujukan untuk diketahui oleh khalayak umum sehingga delik tersebut tidak sempurna.

Pilihan kedua, lanjut Badrodin, polisi bisa menyelidiki unsur penipuan jika ada aduan dari pihak Freeport. (Baca: Gantung Kasus Setya Novanto, Semua Anggota MKD Digugat ke PN Jakpus)

Namun, setelah dikaji, dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukan Novanto belum sempurna dilakukan.

Novanto dan Chalid hanya baru mengaku mengatasnamakan kepala negara untuk minta saham ke Freeport. Namun, hal itu belum terjadi. (Baca: Presiden Jokowi Sudah Menahan Amarah ke Setya Novanto sejak Pagi)

"Jadi, kesimpulannya dugaan tindak pidana umum itu belum sempurna semua. Akhirnya, kami berpendapat bahwa yang paling pas ya tindak pidana khusus yang diusut Kejaksaan Agung saja," ujar Badrodin.

Kejaksaan Agung tengah mengusut adanya dugaan pemufakatan jahat dalam pertemuan itu. Jaksa sudah memeriksa beberapa saksi dan menyita ponsel Maroef yang dipakai untuk merekam.

Jaksa Agung HM Prasetyo memerintahkan jaksa untuk segera memeriksa Novanto, tanpa perlu izin Presiden. Ia memperkirakan pemeriksaan dilakukan pekan depan. (Baca: Jaksa Agung Perintahkan Segera Periksa Setya Novanto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, termasuk Umrah, Bayar Kiai dan “Service Mercy”

Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, termasuk Umrah, Bayar Kiai dan “Service Mercy”

Nasional
Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Nasional
Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

Nasional
Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

Nasional
Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Memulihkan Demokrasi yang Sakit

Nasional
Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

Nasional
Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

Nasional
Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

Nasional
Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

Nasional
Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com