Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kasus Catut Nama Kepala Negara Tak Diusut Penegak Hukum, Giliran Ecek-ecek Diusut"

Kompas.com - 27/11/2015, 18:01 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat hukum, Refly Harun, mengkritik aparat penegak hukum yang dianggap bergeming menanggapi kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla oleh Ketua DPR RI Setya Novanto.

"Penegak hukum ini gimana, kasus pencatutan nama kepala negara yang serius seperti ini tidak diusut, giliran kasus ecek-ecek diusut," ujar Refly dalam diskusi di Rumah Kebangsaan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (27/11/2015).

Padahal, menurut Refly, unsur pidana dalam perkara ini kuat, meski memang alat buktinya harus dicari terlebih dahulu. (Baca: Fuad Bawazier: MKD Usut Kasus Novanto, yang Usut Luhut Siapa?)

"Tinggal pembuktiannya saja. Kejadian terkait pertemuan itu tidak dibantah, transkrip rekaman diakui memang ada, dia (Novanto) juga tidak membantah membawa pengusaha dalam pertemuan itu. Ya, sudah, tinggal bergerak saja penegak hukum," ujar Refly.

Refly mengingatkan bahwa tugas pokok dan fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan penegak hukum berbeda. Menurut dia, penegak hukum tidak perlu menunggu proses di MKD.

"Enggak ada kaitannya MKD sama penegak hukum. Penegak hukum itu harus didasarkan pada bukti, cari buktinya, gali buktinya, bukan malah nunggu hasil MKD dan berharap ada unsur pidana untuk ditindaklanjuti, salah itu," ujar Refly.

Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya belum dapat menangani kasus tersebut.

Menurut Badrodin, Presiden dan Wapres bukan simbol negara sehingga perlu ada laporan untuk menangani perkara ini. (Baca: Kata Kapolri, Polisi Tak Bisa Usut Pencatutan Nama Tanpa Laporan Jokowi-JK)

"Simbol negara itu kan sudah ada undang-undangnya. Ada Garuda Pancasila, 'Indonesia Raya', bendera Merah Putih. (Presiden) tidak termasuk," kata Badrodin.

Badrodin menuturkan, pengusutan akan dilakukan jika pihak yang merasa dirugikan, dalam hal ini Jokowi-JK, terlebih dahulu membuat laporan polisi atas perkara tersebut. (Baca: Kapolri Dukung Sidang Terbuka MKD dalam Kasus Setya Novanto)

Sementara itu, Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Istana tidak akan mengambil langkah hukum terkait kasus itu. (Baca: Luhut: Kita Tidak Ada Waktu Ambil Langkah Hukum)

"Kita tidak ada waktu untuk ambil langkah hukum," kata Luhut.

Adapun Jokowi menyerahkan sepenuhnya masalah itu kepada MKD.

MKD sebelumnya memutuskan untuk melanjutkan laporan Menteri ESDM Sudirman Said terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR. (Baca: Setya Novanto Batal Laporkan Sudirman Said ke Polisi)

Dalam laporannya, Sudirman menyebut ada permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia (FI) yang akan diberikan kepada Presiden-Wapres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com