Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PP Pengupahan Baru Dapat Ciptakan Lebih Banyak Lapangan Kerja

Kompas.com - 09/11/2015, 12:44 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan baru dalam hal ketenaga kerjaan, yakni pengupahan dengan sistem formula yang diatur dalam PP Nomor 78 Tahun 2015, menjadi harapan baru bagi Kementerian Tenaga Kerja. Kebijakan tersebut dibuat untuk memastikan tersedianya lapangan kerja sebanyak-banyaknya.

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri berharap kebijakan pengupahan yang baru itu membentuk iklim investasi dan dunia usaha semakin kondusif. Hal tersebut akan membuka lebih banyak lapangan kerja untuk sekitar 7,4 juta pengangguran di Indonesia.

Hanif mengatakan kebijakan pengupahan baru dengan sistem formula tersebut akan memberikan perlindungan sekaligus kepada pekerja, para pencari kerja, dan juga kepastian bagi dunia usaha.

"Dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang tercipta, para pekerja dan calon pekerja akan memiliki lebih banyak pilihan. Jika pilihan mereka lebih banyak, posisinya akan semakin kuat dan itu berarti kesejahteraannya akan lebih meningkat," kata Hanif, Senin (9/11/2015).

"Jadi, kebijakan pengupahan ini memang untuk rakyat, baik yang sudah bekerja maupun yang akan bekerja," tambahnya.

Selain mampu memberi kepastian kerja dan peluang lapangan kerja baru, lanjut Hanif, kebijakan pengupahan menggunakan formula berdasar inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional juga akan memastikan adanya kenaikan upah pekerja atau buruh setiap tahun.
Kebijakan tersebut juga akan memberi kepastian mengenai besaran kenaikan upah setiap tahun.

"Pengupahan dengan formula ini sudah win-win. Pekerja dapat kepastian bahwa upah mereka akan naik setiap tahun. Pengusaha juga dapat kepastian bahwa besaran kenaikan upah setiap tahun itu terukur sifatnya sehingga tidak mengganggu perencanaan keuangan perusahaan. Yang pasti, lapangan kerja akan terus meningkat seiring adanya kepastian dalam berinvestasi dan berusaha," tutur Hanif.

Kenaikan upah minimum

Sebelumnya, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengumumkan bahwa pemerintah akan segera menerapkan kebijakan pengupahan baru dengan sistem formula yang berdasar pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional dalam perhitungan kenaikan upah minimum tahunan.

Kebijakan pengupahan baru itu dituangkan dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan yang sudah ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo. PP Pengupahan itu langsung diterapkan tahun ini. Dengan demikian, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun depan sudah akan menggunakan formula baru tersebut.

Menaker Hanif menambahkan, rumusan formula dalam menghitung kenaikan upah minimum adalah mendasarkan pada upah minimum tahun berjalan di satu provinsi ditambah dengan persentase inflasi yang sedang terjadi. Plus, lanjut dia, pertumbuhan ekonomi yang sedang berjalan.

Menaker mengaku yakin, formula tersebut bisa diterima semua pihak karena adanya kepastian upah buruh naik setiap tahun, sekaligus kepastian bagi dunia usaha dalam memperediksi kenaikan upah.

"Contohnya, upah minimum DKI Jakarta Rp2.700.000, berarti kenaikan upahnya adalah dikalikan inflasi berapa dan pertumbuhan ekonomi berapa. Kalau inflasi lima persen, kemudian pertumbuhan ekonomi lima persen berarti sepuluh persen, tinggal Rp 2.700.000 kali sepuluh persen hasilnya Rp270.000. Maka, upah untuk 2016 itu Rp 2,700.000 ditambah Rp270.000, artinya menjadi Rp2.970.000," kata Hanif.

Terkait daerah atau provinsi yang belum mencapai seratus persen Kebutuhan Hidup Layak (KHL), lanjut Hanif, para gubernur wajib membuat roadmap pencapaian KHL selama empat tahun. Hal itu dimaksudkan agar kenaikan upah bagi daerah-daerah yang belum mencapai KHL bisa dirasakan adil oleh pekerja.

Saat ini tercatat delapan provinsi belum mencapai seratus persen KHL. Kedelapan provinsi itu adalah Kalimantan Tengah, Maluku Utara, Maluku, Gorontalo, Sulawesi Barat, NTB, NTT, dan Papua Barat.

Adapun hal lain diatur dalam PP Pengupahan ini adalah terkait evaluasi jenis dan komponen KHL yang dilakukan setiap lima tahun sekali. Berdasarkan data BPS, perubahan pola konsumsi masyarakat secara rata-rata terjadi dalam setiap lima tahun sekali. Bahkan, dalam PP ini juga dijelaskan soal sanksi bagi perusahaan yang menerapkan struktur dan skala upah.

"Poin lainnya adalah perusahaan wajib menerapkan struktur dan skala upah dengan mempertimbangkan masa kerja, pendidikan, kompetensi, prestasi dan produktivitas, serta jabatan dan lain-lain," tutur Hanif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com