Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/08/2015, 16:00 WIB


Oleh: Hajriyanto Y Thohari

JAKARTA, KOMPAS - Muhammadiyah menggelar muktamar ke-47, 3-7 Agustus 2015, di Makassar. Muktamar pertama di abad yang kedua usianya ini bertema "Gerakan Pencerahan menuju Indonesia Berkemajuan", sebuah tema yang menggambarkan wilayah kepeduliannya yang mengatasi batas-batas golongan, suku, etnis, dan agama.

Sebagai gerakan yang telah berumur 103 tahun, bukan masanya lagi bagi Muhammadiyah memperkatakan nasionalisme, patriotisme, inklusivisme, dan pluralisme secara verbal dengan segala jargon kenes seperti yang dilakukan anak-anak baru gede. Muhammadiyah tak lagi berada pada fase diskursif, tetapi sudah lama dalam fase praksis. Ketika orang berwacana tentang toleransi, moderasi, keterbukaan, atau pluralisme, Muhammadiyah mendirikan Universitas Muhammadiyah Sorong (9.000 mahasiswa), Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan Kabupaten Sorong (3.000 mahasiswa), Universitas Muhammadiyah Kupang (4.000 mahasiswa),di mana sivitas akademikanya 55 persen-80 persenberagama Kristiani.

Ketika orang berpidato dengan gagah tentang pentingnya nasionalisme dan patriotisme, Muhammadiyah pada 1918 sudah mendirikan Padvinder Muhammadiyah alias kepanduan Hizbul Wathan (HW),yang namanya saja artinya adalah Tentara dan Pembela Tanah Air. Kiai Ahmad Dahlan tidak menamakannya dengan Kepanduan Hizbullah atau Hizbul Islam, tetapi Hizbul Wathan. Itu artinya jauh sebelum Sumpah Pemuda (1928) dan Proklamasi Kemerdekaan RI (1945), Muhammadiyah sudah menanamkan nilai-nilai cinta Tanah Air kepada bangsanya.

Sangat meyakinkan HW secara ideologis sangatlah patriotik dan nasionalistik. Tak heran jika pada masa lalu, yang tidak terlalu jauh, banyak perwira dan jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah alumnus HW. Fenomena ini adalah sebuah truisme belaka. Pasalnya, Bapak TNI Panglima Besar Jenderal Sudirman adalah pimpinan HW dan pendiri organisasi Pemuda Muhammadiyah (1938). Dari sudut pandang ini, mungkin dapat dikatakan bahwa dalam tubuh TNI mengalir darah Hizbul Wathan Muhammadiyah dan, sebaliknya, dalam tubuh Muhammadiyah juga mengalir darah patriotisme TNI.

Semangat patriotisme inilah yang menjadikan banyak tokoh Muhammadiyah dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Bahkan, Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan, sebagai suami-istri, secara bersama-sama menjadi pahlawan nasional. Tidak mengherankan juga jika Muhammadiyah dari dulu banyak melahirkan dan mewakafkan kader-kader bangsa untuk negara ini. Roh cinta Tanah Air HW ini pula yang mengilhami Ir H Djuanda, kader Muhammadiyah, mengeluarkan Deklarasi Djuanda (1957) yang sangat monumental, yang kemudian diterima dalam Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) yang ditandatangani di Montego Bay, Jamaika, tahun 1982.

Memberi sebanyaknya

Dalam sepanjang usia seabad ini, Muhammadiyah tak pernah kehilangan elan vitalnya. Sebagai gerakan, Muhammadiyah terus melaju menuju cita-citanya untuk mewujudkan cetak birunya berdasarkan pandangan dunianya untuk—meminjam ajaran Pak Harran, guru SD Muhammadiyah Gentong, Belitung, kepada sepuluh muridnya dalam film Laskar Pelangi—"memberi sebanyak-banyaknya". Laksana sebuah lari maraton, tongkat estafet kepemimpinan boleh saja berganti dan berpindah dari satu tangan ke tangan lainnya, tetapi tetap saja Muhammadiyah terus berjalan ke depan, kadang berlari tak pernah henti, untuk memberi dan mengabdi kepada umat, bangsa, dan negara.

Dalam rangka itulah, Muhammadiyah terus berkembang dan kini telah menjelma menjadi gurita raksasa gerakan sosial Islam. Volume aktivitas pergerakan Muhammadiyah telah menjadi sedemikian besar dan mencakup wilayah yang sedemikian luas. Muhammadiyah kini telah menjadi, meminjam kata-kata Tamim Ansary dalam Destiny Disrupted: A History of the World Through Islamic Eyes (2009), sebuah narasi besar: cerita atau deskripsi besar dari suatu rangkaian kejadian dan peristiwa.

Sebagai ahli waris tradisi Muslim, lagi-lagi meminjam Tamim Ansary, Muhammadiyah memang dipaksa mencari makna sejarahnya dalam kekalahan: kekalahan negerinya dari Belanda yang memecundangi negeri ini selama—benar atau salah, mitos atau realitas—350 tahun dan kekalahan dari apa yang disebut dengan dunia Islam atas dunia Barat, baik secara ekonomi, politik, dan militer, maupun peradaban sampai hari.

Muhammadiyah mencari makna sejarahnya bukan dalam kemenangan negerinya, Indonesia, juga bukan dalam kemajuan dari apa yang disebut dunia Islam itu sendiri. Meski demikian, Muhammadiyah, toh, tetap menjadi pemain utama di gelanggang sejarah Indonesia dan dunia Islam, betapa pun sedemikian tak adanya kata terakhir ini dalam kenyataan.

Muhammadiyah kini telah menjelma menjadi sebuah gerakan raksasa yang berwajah banyak dalam rangka merekonsiliasikan keimanan dan tindakan nyata melalui banyak aktivitas di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan peradaban. Semua itu adalah proyek-proyek sosial untuk menjembatani kesenjangan antara Islam dalam cita-cita (ideal Islam) yang serba anggun dan Islam sejarah (historical Islam) yang serba terbelakang. Mengutip kata-kata Dr Alfian dalam disertasi doktornya, Islamic Modernism in Indonesian Politics: The Muhammadiyah Movement During the Ductch Colonial Period 1912-1942 (1969), Muhammadiyah sebagai gerakan sosial bertujuan memodernisasi umat Islam agar terangkat dari ketertinggalannya sehingga mencapai kedudukan yang terhormat dan posisi terpenting di negara ini.

Muhammadiyah memiliki cetak biru sebagai narasi besar untuk memajukan umat dengan tawarannya yang oleh Ahmad Dahlan disebut sebagai "Islam yang berkemajuan". Sangat meyakinkan bahwa untuk mewujudkan cetak biru itu, gerakan ini memerlukan bukan hanyakepemimpinan dan kader-kader yang berkualifikasi tinggi yang siap terjun di semua arena kehidupan, melainkan juga strategi kebudayaan.

Strategi kebudayaan penting karena ada kecenderungan Muhammadiyah mengalami kemiskinan instrumen budaya untuk memperkokoh kohesivitas gerakan. Tanpa instrumen budaya, Muhammadiyah tak bisa menghadapi problem dalam memobilisasi gerakan secara sistematis sekaligus sistematisasi yang dinamis. Sebuah narasi besar harus dihela oleh orang yang sungguh-sungguh paham dan menghayati gerakan ke arah mana hendak menuju.

"Noblesse oblige"

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com