Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baru 40 Juta Anak Punya Akta Kelahiran, Kemensos Akan Bantu Panti Asuhan

Kompas.com - 06/07/2015, 06:52 WIB

PASURUAN, KOMPAS.com - Kementerian Sosial mengupayakan anak-anak yatim piatu yang tinggal di pondok pesantren maupun panti asuhan bisa mendapatkan akta kelahiran dengan mudah. Ini dilakukan agar status mereka bisa dilegalkan menjadi anak yang diakui negara.

"Baru 40 juta anak Indonesia yang memiliki akta kelahiran dan pemberian akta sebagai salah satu yang diusulkan Kemensos, atau setara dengan 50 persen dari 83 juta anak Indonesia," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa ketika berkunjung di Pondok Pesantren Metal Moeslim Al-Hidayat Pasuruan, Jawa Timur, Minggu (5/7/2015).

Khofifah mengatakan, pondok pesantren atau panti asuhan tidak harus menunggu status menjadi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA). Sebab, pihaknya menyiapkan draf Peraturan Presiden (Perpres) dan Surat Keputusan Bersama (SKB) dan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum agar dapat melegalkan status anak tersebut dengan mendapatkan akta kelahiran.

"Saat ini banyak anak yang terlahir tidak diinginkan, sehingga oleh orang tuanya ditelantarkan. Akibatnya mereka tidak mendapatkan hak dasar dan tidak mendapat perlindungan. Padahal hal tersebut diatur berdasarkan hukum yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak tentang kewajiban pertama dalam melindungi anak adalah orang tua, jika anak tersebut ditelantarkan maka akan dikenakan hukuman pidana bisa penjara atau denda," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan jika anak-anak yang diasuh di panti asuhan maupun pondok pesantren ingin mendapatkan status sebagai anak negara, maka peraturannya mereka harus mendapatkan keputusan pengadilan dengan proses yang panjang karena melalui beberapa tahapan.

"Untuk mendapatkan status legal, mereka ini harus mendapatkan keputusan pengadilan dengan proses yang memakan waktu karena harus menunggu keputusan pengadilan. Sehingga solusinya, kami sekarang masih fokus untuk menyiapkan draf Surat Keputusan Bersama (SKB) kepada Kementerian Hukum dan HAM agar cukup dengan menggunakan notaris yang memberikan keterangan untuk melegalkan anak negara itu," tuturnya.

Ia mengatakan, ada sekitar 4,1 juta anak Indonesia telantar, yang terdiri dari 5.900 anak jadi korban perdagangan manusia, 3.600 anak bermasalah dengan hukum, 1,2 juta balita telantar dan 34.000 anak jalanan yang dirawat di pondok pesantren, panti asuhan, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), maupun Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA).

"Melihat jumlah anak Indonesia yang telantar sangat banyak, maka kami memiliki solusi dengan program kartu sakti, yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera yang memiliki kegunaan yang berbeda-beda," ujarnya.

Menurut Khofifah, tiga jenis kartu sakti ini memiliki kegunaan yang berbeda. KIP untuk membantu masyarakat agar bisa mengenyam pendidikan selama 12 tahun atau minimal lulus SMA, KIS adalah program jaminan sosial yang berguna membantu kesehatan masyarakat kelas ekonomi ke bawah, sedangkan KKS untuk membantu asupan gizi ibu hamil dan bayi yang dikandungnya, serta membantu proses ketika persalinan.

"Saya meminta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) yang berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk serius menangani Kartu Sakti tersebut karena dari 11,5 juta anak-anak yang menjadi target penerima manfaat program KIP hanya 6,3 juta yang terserap," kata dia.

Khofifah menambahkan, besaran Bantuan Siswa Miskin (BSM) untuk SD/MI adalah Rp450 ribu per siswa per tahun. Sedangkan, BSM untuk SMP/MTs sebesar Rp750 ribu per siswa per tahun. Untuk jenjang SMA/SMK/MA, BSM sebesar Rp1 juta per siswa per tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com