Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Dalami Peran PT Pos Indonesia dan PT Indosat pada Proyek E-KTP

Kompas.com - 03/07/2015, 18:44 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa kali memanggil pihak PT Pos Indonesia dan PT Indosat untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, sejumlah pihak tersebut dikonfirmasi untuk mendalami informasi terkait pengiriman dan penyimpanan data untuk proyek e-KTP.

"PT Pos diperiksa karena ada kontrak pos sebagai jasa pengiriman," ujar Priharsa, melalui pesan singkat, Jumat (3/7/2015).

Priharsa mengatakan, PT Pos bertanggung jawab atas pengiriman logistik ke seluruh Indonesia. Logistik tersebut antara lain finger print dan scanner. PT Pos juga menjalin kerja sama dengan PT Quadra Solution, salah satu anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia yang memenangkan tender e-KTP.

Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa Direktur Keuangan PT Pos Indonesia Sukamto Padmosukarso, mantan Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana, mantan Direktur Operasi Surat Pos dan Logistik PT Pos Indonesia Ismanto, dan dua pegawai PT Pos Indonesia, Dwi Sulistiono dan Handi Gunara.

Selain memeriksa pihak PT Pos, KPK juga mendalami peran PT Indosat dalam kasus ini. Petinggi PT Indosat yang diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus ini yaitu staf Division Head Carriers & Partner Collection PT Indosat, Leonardus Salim.

Priharsa mengatakan, dalam pengadaan e-KTP, Indosat bertanggung jawab dalam penyediaan jaringan agar sistem pendataan dapat tersambung dari daerah ke pusat.

"Indosat tidak kontrak langsung, dapat dari konsorisum PNRI," kata Priharsa.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto sebagai tersangka.

Sugiharto diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek tersebut. KPK menjerat Sugiharto dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Nilai proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012 ini mencapai Rp 6 triliun.

Menurut perhitungan sementara KPK, dugaan nilai kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 1,12 triliun. Wakil Ketua KPK Zulkarnain telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk segera menyelesaikan proses audit jumlah kerugian negara akibat dugaan korupsi proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. KPK ingin penanganan kasus tersebut dipercepat di tingkat penyidikan.

"Perkara yang lama itu dipercepat. Kita harapkan BPKP berikan perhatian agak cepat diselesaikan audit jumlah kerugian," ujar Zulkarnain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com