Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surat Edaran KPU soal Definisi Petahana Jadi Celah Politik Dinasti di Daerah

Kompas.com - 22/06/2015, 15:51 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Para aktivis Koalisi Kawal Pilkada Langsung menyatakan kecewa atas penerbitan surat edaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) tertanggal 12 Juni 2015, yang menjelaskan mengenai definisi kepala daerah yang berstatus petahana. Surat edaran tersebut dinilai mendukung terciptanya politik dinasti dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak.

"Surat edaran KPU sama saja memperbolehkan keluarga dan kerabat kepala daerah yang sedang menjabat untuk ikut pencalonan kepala daerah. Ini celah yang justru disediakan KPU," ujar peneliti Perhimpunan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhanil, dalam konferensi pers di Sekretariat Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan, Senin (22/6/2015).

Fadli mengatakan, Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah sebenarnya telah memuat aturan-aturan untuk menghindari terjadinya politik dinasti di daerah. Di dalamnya, ditetapkan bahwa salah satu persyaratan bagi bakal calon kepala daerah ialah tidak boleh memiliki hubungan keluarga atau kerabat dengan petahana untuk mencegah timbulnya konflik kepentingan.

Fadli mengatakan, peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 menjelaskan bahwa definisi petahana adalah kepala daerah yang sedang menjabat. Namun, surat edaran KPU justru semakin mempersempit definisi petahana dengan menyatakan bahwa kepala daerah yang telah habis masa jabatannya sebelum masa pendaftaran pasangan calon sesuai dengan tahapan pilkada tidak termasuk dalam definisi petahana.

Selain itu, dijelaskan bahwa kepala daerah tidak lagi berstatus sebagai petahana saat mengajukan pengunduran diri dari jabatannya. Dalam hal ini, KPU dinilai tidak sejalan dengan semangat anggota koalisi untuk mencegah terjadinya politik dinasti yang banyak menimbulkan kasus korupsi.

"Definisi petahana seharusnya adalah orang terakhir yang menduduki jabatan kepala daerah. Ketentuan tidak punya konflik kepentingan harus dipahami agar pelaksanaan pilkada fair dan adil untuk semua orang, bukan untuk membatasi hak politik," kata Fadli.

Saat ini, setidaknya ada empat kepala daerah yang telah mundur dari jabatannya, yakni Wali Kota Pekalongan, Bupati Ogan Ilir, Bupati Kutai Timur, dan Wakil Wali Kota Sibolga. Mundurnya empat kepala daerah tersebut ditengarai untuk meloloskan keluarga dan kerabatnya yang ingin maju sebagai calon kepala daerah pada pilkada serentak 2015. Adapun pendaftaran pilkada serentak akan berlangsung pada 26 Juli 2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com