"Pegawai KPK melawan pelimpahan kasus, yang dikhawatirkan seolah apa yang dilakukan kepolisian membersihkan semua yang dilakukan KPK," ujar Topan, di Jakarta, Senin (19/5/2015).
Menurut Topan, hasil gelar perkara kasus Budi bukan sesuatu yang mengejutkan. Sejak awal, sudah diprediksi bahwa kasus ini akan ditutup begitu Kejagung melimpahkan penanganan kasus ini ke Bareskrim Polri. Ia mengatakan, masyarakat tidak akan merisaukan jika Polri dapat independen dan objektif menangani perkara tersebut.
"Tapi kalau bintang dua memeriksa bintang tiga, hasilnya bisa ditebak," kata Topan.
Topan mengatakan, agar penyidikan objektif, seharusnya Budi dinonaktifkan terlebih dahulu dari jabatannya. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya konflik kepentingan dan menghindari tekanan terhadap penyidik dari yang bersangkutan.
"Sehingga ketika mau diperiksa dia tidak bisa menggunakan wewenangnya untuk mempengaruhi proses hukum," ujar Topan.
Tak layak diusut
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak mengatakan, dalam gelar perkara dugaan gratifikasi Komjen Budi Gunawan diputuskan bahwa kasus tersebut tak layak ditingkatkan ke penyidikan. Victor menyebutkan, gelar perkara dihadiri tiga pakar hukum, yakni Chairul Huda, Teuku Nasrullah, dan Yenti Garnasih.
Dengan demikian, kata Victor, Polri menganggap penyidikan tidak memenuhi syarat dan menganggap perkara tersebut tidak ada. Soal rencana gelar perkara bersama yang sempat digembar-gemborkan akan dilakukan secara terbuka, Victor berdalih Polri telah berupaya melaksanakannya. Namun, ia beralasan, tidak ada satu pun yang bersedia hadir dalam gelar perkara tersebut.
Victor juga memastikan bahwa tidak akan ada gelar perkara lagi untuk dugaan gratifikasi Komjen Budi Gunawan. Keputusan Polri ini telah diketahui oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung.
Budi Gunawan ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan kepemilikan transaksi mencurigakan. Ia dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pihak Budi lalu mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap penetapan tersangka itu.
Sidang praperadilan yang dipimpin hakim Sarpin Rizaldi memutus bahwa penetapan tersangka Budi oleh KPK tak sah. Status tersangka Budi dinyatakan batal. Pasca-putusan praperadilan, KPK melimpahkan berkas perkara Budi ke Kejaksaan Agung. Selanjutnya, kejaksaan justru melimpahkan kasus itu ke kepolisian dengan alasan polisi pernah mengusut kasus tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.