JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengimbau agar para buruh melakukan aksi unjuk rasa memperingati Hari Buruh Internasional dengan tertib sesuai undang-undang yang berlaku. Ia berharap setiap unsur tidak melakukan tindakan anarkis ketika menggelar unjuk rasa.
"Ya kita harapkan semua di Indonesia itu unjuk rasa dijamin sebagai hak, asal jangan melanggar undang-undang. Tidak boleh menguasai jalan keseluruhan, tidak boleh merusak, dan sebagainya, itu penting. Hanya, tidak perlu kita mengimbau, hanya taat undang-undang saja, jangan merusak, menghalangi orang lain," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (30/4/2015).
Rencananya, ratusan ribu orang akan menggelar unjuk rasa dalam memperingati hari buruh internasional atau May Day yang jatuh pada 1 Mei. Terkait tuntutan para buruh, Kalla menyampaikan bahwa pemerintah akan mengupayakan penambahan lapangan kerja. Wapres juga berjanji akan menjaga tingkat kesejahteraan buruh dengan memberikan upah yang wajar, fasilitas yang baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun perumahan.
"Seperti dikatakan kemarin Presiden baru saja memulai. Kita baru memulai membuka suatu rumah yang sebagiannya untuk buruh," ucap Kallla.
Dalam May Day 2015, organisasi buruh di Indonesia mengusung sejumlah tuntutan ke pemerintah. Tuntutan itu antara lain adanya jaminan pensiun, penghapusan sistem kerja kontrak, dan menaikkan jaminan kesehatan.
Jumlah buruh yang dikerahkan di DKI Jakarta sekitar 170.000 buruh. Massa akan fokus ke dua titik aksi, yakni Istana Negara dan Gelora Bung Karno.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti meminta organisasi buruh tidak melakukan sweeping sesama buruh yang tidak ikut turun ke jalan, menutup jalan, dan melakukan aksi kekerasan saat peringatan Hari Buruh 1 Mei 2015.
"Jika ada yang melanggar, tentu akan kita tindak," ujar Badrodin di Kompleks Mabes Polri.
Badrodin juga mengatakan bahwa peringatan May Day tahun ini tidak ada penyekatan aksi buruh di sejumlah kota. Aksi buruh di kota masing-masing, lanjut Badrodin, hanya berupa imbauan, bukan kebijakan yang bersifat mengikat dan dikenakan sanksi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.