Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca Jokowi

Kompas.com - 28/04/2015, 15:10 WIB


Oleh: Agus Suwignyo

JAKARTA, KOMPAS.com - Hanya dalam bulan-bulan pertama masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membuat terkejut banyak pihak di dalam dan luar negeri. Sayangnya, kian hari kian terlihat bahwa keterkejutan itu cenderung berujung pada kekecewaan dan memupus tingkat kepercayaan publik akan kepemimpinannya.

Runtuhnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harga bahan bakar minyak dan nilai tukar rupiah yang turun-naik seperti yoyo, eksekusi hukuman mati terpidana kasus narkotika, dan pengenduran aturan remisi terpidana korupsi adalah sejumlah contoh kasus yang mengecewakan banyak kalangan. Tulisan ini mencoba membaca Jokowi dari sisi psikohistoris untuk meneropong karakteristik kepemimpinan dan pola pengambilan kebijakannya yang mengejutkan itu.

Selama ini ada anggapan Jokowi adalah bagian dari Generasi Reformasi. Anggapan itu didasari pemahaman bahwa pembaruan di Indonesia setelah tumbangnya rezim Orde Baru pada 1998 telah membuat Jokowi, yang dulunya bukan siapa-siapa, dapat muncul sebagai pemimpin pilihan sebagian rakyat. Mobilitas vertikal karier politik Jokowi-sebagai wali kota, gubernur, hingga sekarang presiden-menegaskan adanya kemajuan kehidupan berbangsa yang, dalam beberapa hal, membuat para penganut teori strukturalisme Levi Strauss mulai meragukan kebenaran teori itu.

Akan tetapi, anggapan itu tidak tepat. Jokowi sejatinya bukan bagian Generasi Reformasi. Lahir pada 1961, Jokowi adalah bagian generasi hasil didikan Orde Baru. Generasi ini menjalani masa formasi krusial dalam hidup pribadi mereka (yaitu masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa awal) pada masa keemasan rezim Orde Baru. Pendidikan formal ataupun nonformal pada masa keemasan Orde Baru adalah buah kebijakan yang ideologinya menekankan harmoni dan sikap nrimo, patuh, dan tidak banyak bertanya, sekalipun memendam ketidaksetujuan.

Seperti semua generasi yang tumbuh dalam zaman "keemasan" Orde Baru, Jokowi dibesarkan dalam alam sosio-politik penuh jargon pembangunan, yang menekankan stabilitas politik dengan pendekatan militer, memandang persatuan dan kesatuan sebagai doktrin, dan memahami kedaulatan bangsa semata-mata sebagai kekuasaan penuh atas wilayah geografi negara. Karakter kepemimpinan Jokowi merupakan hasil tempaan pengalaman hidupnya pada zaman Orde Baru, entah senang entah sengsara.

Teori Generasi

William Strauss dan Neil Howe dalam buku Generations: The History of America's Future 1584-2069 (Quill New York, 1991) menyajikan Teori Generasi yang mungkin membantu kita memahami tipe dan karakteristik kepemimpinan generasi Jokowi.

Strauss dan Howe mendefinisikan generasi sebagai satu cohort atau kelompok orang yang usianya dalam rentang siklus kehidupan yang sama dan dicirikan sifat-sifat kelompok usia (halaman 60). Satu siklus rata-rata kehidupan manusia adalah 80 sampai 90 tahun, terbagi dalam empat fase, masing-masing 20 tahun: masa kanak-kanak dan remaja (usia 0-20 tahun), masa dewasa awal (21-40), masa dewasa (41-60), dan masa tua (60-80/lebih).

Menurut Strauss dan Howe, setiap generasi memiliki karakteristik kolektif yang dibentuk oleh peristiwa-peristiwa atau episode besar dan menentukan dalam sejarah yang mengubah secara fundamental arah perkembangan masyarakat tempat generasi itu dibesarkan. Pola dari peristiwa atau episode sejarah itu selalu berulang (disebut turning) dan terbagi menjadi empat episode: episode high (puncak), awakening (kebangkitan), unravelling (pemecahan), dan crisis (krisis).

Dalam sejarah Indonesia tahun kelahiran Jokowi (1961) adalah tahun dimulainya satu episode sejarah yang dampaknya sangat besar bagi kehidupan bangsa kita hingga kini, antara lain ketidakstabilan politik dan ekonomi, disusul peristiwa G30S 1965 dan pembunuhan massal serta semua dampak ikutannya.

Mengikuti teori Strauss dan Howe, maka fase 20 tahun pertama (1961-1980) dalam kehidupan Jokowi dan orang-orang segenerasinya adalah episode krisis yang secara normatif ditandai oleh tiga hal. Pertama, penghancuran dan pembangunan kembali institusi sebagai respons terhadap sesuatu yang dipandang mengancam kehidupan bangsa. Kedua, menguatnya kekuasaan negara dalam mengarahkan ekspresi kultural pada tujuan-tujuan kolektif. Ketiga, hilangnya individualitas dan menguatnya kecenderungan orang menempatkan dirinya sebagai bagian dari kelompok (halaman 118-119).

Generasi yang lahir pada episode krisis disebut generasi artist. Mereka melewati masa kanak-kanak dan remaja dalam asuhan orangtua yang cenderung overprotektif karena tuntutan situasi krisis. Relasi sosial ditekankan dengan etika konsensus dan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Masa dewasa awal generasi artist (usia 21-40 tahun) adalah episode puncak ketika masyarakat sangat kuat secara institusi, tetapi tidak memberi ruang gerak bagi ekspresi bebas warganya secara individu. Melalui kontrol sosial dan tata krama pergaulan formal dan informal ketat, generasi artist tumbuh dalam nilai-nilai kolektif dan keyakinan bahwa institusi masyarakat hal terpenting dalam hidup.

Namun, saat generasi artist memasuki fase ketiga kehidupannya (usia 41-60 tahun), kepercayaan individu warga terhadap institusi negara memudar. Inilah episode kebangkitan ketika kebutuhan akan kebebasan individu menguat. Orang merasa lelah dan bosan pada tata krama, disiplin, dan aturan-aturan sosial, tetapi merindukan kemajuan dalam kesetaraan. Kekangan kontrol sosial selama episode puncak telah menumbuhkan euforia kebebasan individu pada episode kebangkitan. Namun, kebebasan individu baru akan betul-betul dirasakan pada fase terakhir (fase tua, usia 61 ke atas) dalam episode pemecahan, ketika institusi sangat lemah dan tak lagi dipercaya individu.

Generasi "artist" Indonesia

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com