Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepada Jokowi, BPK Laporkan Masalah Kerugian Negara Rp 1,42 Triliun di IHPS

Kompas.com - 21/04/2015, 15:11 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyampaikan ikhtisar hasil pemeriksaan semester II (IHPS) tahun 2014 kepada Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/4/2015). Dalam laporannya, BPK menyebut adanya 3.293 masalah yang berdampak finansial sekitar Rp 14,74 triliun.

"Masalah itu terdiri atas masalah yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 1,42 triliun, potensi kerugian negara senilai Rp 3,77 triliun, dan kekurangan penerimaan senilai Rp 9,55 triliun," kata Ketua BPK RI Harry Azhar Azis.

Saat menghadap Presiden, Harry didampingi oleh Wakil Ketua BPK RI dan anggota BPK RI. Sementara itu, Presiden didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo.

Harry menjelaskan, kedatangannya menemui Presiden ialah untuk memenuhi Pasal 18 Undang-Undang Nomor 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Harry menuturkan, berdasarkan IHPS dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) semester II tahun 2014, BPK juga melaporkan 7.950 temuan yang terdiri atas 7.789 masalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp 40,55 triliun dan 2.482 masalah kelemahan SPI.

BPK juga memeriksa 651 obyek pemeriksaan yang terdiri atas 135 obyek pada pemerintah pusat, 479 obyek pemerintah daerah dan BUMD, serta 37 obyek BUMN dan badan lainnya. Berdasarkan jenis pemeriksaannya, terdiri dari 73 obyek pemeriksaan keuangan, 233 pemeriksaan kinerja, dan 345 pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Kepada Presiden, BPK juga menyampaikan temuan masalah penerimaan pajak dan migas senilai Rp 1,124 triliun yang terdiri dari potensi pajak bumi dan bangunan migas terutang minimal sebesar Rp 666,23 miliar dan potensi kekurangan penerimaan PBB migas tahun 2014 minimal sebesar Rp 454,38 miliar.

Masalah lain yang diungkapkan BPK adalah mengenai belanja infrastruktur di Kementerian ESDM yang mengakibatkan hasil proyek senilai Rp 5,38 triliun tidak dapat dimanfaatkan dan terdapat kerugian negara sebesar Rp 562,66 miliar. BPK juga menemukan Kementerian Pertanian tidak berhasil mencapai target pertumbuhan produksi kedelai 20,05 persen per tahun dan target swasembada kedelai tahun 2014 sebanyak 2,70 juta ton tidak tercapai.

Kemudian, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas pelaksanaan program penyaluran subsidi raskin belum sepenuhnya efektif untuk mencapai tujuan program. Terkait pemeriksaan kinerja atas efektivitas layanan paspor pada Kementerian Hukum dan HAM, BPK menyimpulkan telah cukup efektif dalam pelayanan paspor. Namun, BPK menemukan adanya masalah dalam perubahan mekanisme pembayaran berupa pembayaran elektronik dengan payment gateway yang mengabaikan risiko hukum.

Dalam periode 2010-2014, BPK telah menyampaikan 215.991 rekomendasi senilai Rp 77,61 triliun pada entitas yang diperiksa sebanyak 120.003 rekomendasi. BPK juga telah menyampaikan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana pada instansi terkait sebanyak 227 surat yang memuat 442 temuan senilai Rp 43,83 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com