Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ansyaad: Indonesia Dianggap Pengekspor Teroris

Kompas.com - 01/04/2015, 09:30 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai berharap ada aturan yang lebih tegas terkait tindak pidana terorisme. Pasalnya, masih ada celah dalam undang-undang sehingga menyulitkan penindakan mereka yang dianggap menjadi auktor intelektualis.

Ansyaad mengatakan, UU di Indonesia hanya menindak pelaku yang sudah melakukan aksi terorisme. Contohnya adalah merakit bom, meledakan bom, merampok bank atau merampok orang lain sebagai sumber pendanaan terorisme, hingga membunuh orang. Adapun auktor intelektualitas atau dalang terorisme tak terjangkau hukum.

"Mereka itu cuma korban penyesatan pikiran. Siapa yang menyesatkan? Itu yang harusnya ditindak. Bikin dong undang-undangnya," ujar Ansyaad saat menjadi narasumber di kompleks Mabes Polri Jakarta, Selasa (31/3/2015).

"Di negara lain, pidato menebar kebencian dan permusuhan saja sudah ditangkap. Kalau kita masih begini terus, siap-siap kita dianggap jadi penampung teroris. Sekarang saja Indonesia telah dianggap pengekspor teroris," lanjut dia. (Baca: Jusuf Kalla Minta 12 WNI Terduga ISIS Harus Direhabilitasi)

Ansyaad pernah berbincang dengan duta besar Indonesia di Irak, beberapa waktu lalu. Sang dubes mengadu kepada Ansyaad bahwa dirinya kerap ditanya oleh pejabat di pemerintahan Irak, mengapa Indonesia sebagai negara Islam terbesar tega mengirim orang ke konflik Timur Tengah dan membunuh saudaranya sendiri sesama Islam.

"Kalau sudah begitu, bagaimana Indonesia di mata dunia internasional? Malu kan," ujar dia. (Baca: Polri Pastikan 16 WNI yang Hilang di Turki Bergabung ke ISIS)

Karena ada celah dalam UU, lanjut Ansyaad, Indonesia kerap dijadikan sasaran operasi, bahkan markas para pelaku teror dari negara tetangga. Salah satunya Malaysia. Sebab, hukum di Indonesia dianggap lebih longgar ketimbang di negara asalnya.

Ansyaad menambahkan, pemerintah Indonesia harus menyempurnakan instrumen hukum untuk menjerat pelaku teror sekaligus aktor di baliknya. Selain itu, bagi mereka yang sudah terlanjur mengikuti gerakan radikal, menurut Ansyaad, program deradikalisasi menjadi cara ampuh mengembalikan mereka ke lingkungan sosialnya. (Baca: Sikapi WNI Gabung ISIS, Pemerintah Ingin Merevisi UU Teroris)

BNPT, lanjut Ansyaad, tengah merancang blue print program deradikalisasi skala nasional. Blue print itu didasarkan atas penelitian soal aktivitas teror yang sudah ada. Inti cetak biru itu adalah memotong mata rantai penyebaran gerakan radikal lewat simpul-simpul gerakan.

"Gerakan itu menyasar dunia pendidikan anak -anak. Intinya melakukan reformasi metode pengajaran agama. Siapa yang melakukan ini? Tentunya kementerian terkait. Ini supaya kita tidak lagi dicap pengekspor teroris," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com