Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menagih Janji Nawacita Jokowi-Kalla

Kompas.com - 16/03/2015, 15:03 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- Dalam sebuah diskusi di Kompas, beberapa waktu lalu, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, mengatakan, telah menulis opini untuk menagih janji pemberantasan korupsi dari pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, saat usia pemerintahan itu empat bulan.

Sebelumnya, hal serupa pernah dilakukan Saldi terhadap pemerintahan Megawati Soekarnoputri, sekitar dua bulan menjelang Pemilu 2004. Opini dengan tema yang sama untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditulis Saldi sekitar 1,5 tahun sebelum Yudhoyono mengakhiri pemerintahannya.

Pernyataan itu disampaikan Saldi terkait keprihatinan dirinya terhadap langkah pemerintahan Jokowi-Kalla dalam menyikapi dinamika yang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Negara Republik Indonesia belakangan ini.

Setidaknya realisasi 2 dari 9 janji program prioritas jika pasangan Jokowi-Kalla berkuasa, yang dikenal dengan sebutan Nawacita, menjadi pertanyaan setelah melihat langkah pemerintah dalam menangani kisruh KPK-Polri. Nawacita yang dimaksud adalah butir yang ke-2 dan ke-4.

Nawacita ke-2 berbunyi: kami akan membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan bersih, efektif, demokratis, dan tepercaya.

Sementara isi Nawacita ke-4: Kami akan menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya.

Pertanyaan tentang pelaksanaan Nawacita ke-2 dan ke-4 itu makin menjadi pertanyaan, saat pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly tiba-tiba mengumumkan untuk meninjau kembali Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang berisi pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat untuk narapidana kejahatan luar biasa, termasuk korupsi, terorisme, dan narkoba.

Bukan yang pertama

Ketegangan antara KPK dan Polri yang diawali oleh langkah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka pada 13 Januari lalu adalah bukan yang pertama. Hal serupa juga pernah terjadi pada 2009 hingga membuat dua unsur pimpinan KPK saat itu, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, menjadi tersangka. Ketegangan juga sempat terjadi ketika KPK menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan simulator berkendara.

Namun, baru kali ini KPK terpaksa melakukan semacam barter kasus. KPK melimpahkan penyidikan korupsi Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. Sebagai gantinya, polisi menghentikan sementara pengusutan kasus dua unsur pimpinan KPK nonaktif, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, serta tak meneruskan laporan pengaduan terhadap komisioner KPK lainnya.

Ironisnya, barter kasus justru terjadi di era pemerintahan yang janji kampanyenya membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan bersih, efektif, demokratis, dan tepercaya. Barter itu juga terjadi dalam pemerintahan yang menyatakan menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya.

"Langkah dan sikap Jokowi yang diduga tak sesuai Nawacita jelas mengecewakan publik. Wacana untuk mencabut pengetatan remisi bagi koruptor bukan bentuk reformasi untuk membangun sistem yang bebas korupsi dan tepercaya," kata Choky Ramadhan dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

"Realisasi dari Nawacita dalam pemberantasan korupsi kini dipertanyakan," kata anggota Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz.

Menurut pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, setidaknya ada tiga hal yang menjadi sebab munculnya pertanyaan seputar pelaksanaan Nawacita di bidang pemberantasan korupsi.

Pertama, menurut Feri, pemerintahan Jokowi-Kalla terlihat kurang tegas dalam mendukung upaya dan institusi pemberantasan korupsi. Kedua, pemerintahan Jokowi-Kalla belum mengeluarkan kebijakan yang pro-semangat antikorupsi. Ketiga, pemerintahan Jokowi-Kalla terkesan membiarkan aparat yang diduga korup tetap menguasai lembaga negara dan mempermainkan aturan hukum.

Pemerintahan Jokowi-Kalla baru berumur sekitar lima bulan. Masih ada waktu dan kesempatan yang dapat dilakukan pemerintahan ini untuk membuktikan kinerjanya, termasuk dalam pemberantasan korupsi. Namun, kondisi ini bukan alasan untuk lambat bertindak atau bahkan sejenak meninggalkan janji kampanye. Pasalnya, karena rakyat punya penilaian, waktu, dan kesabaran sendiri. (KHAERUDIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com