Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Tipikor Tolak Pencabutan Hak Politik terhadap Wali Kota Palembang

Kompas.com - 09/03/2015, 19:36 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak tuntutan pencabutan hak politik terhadap Wali Kota Palembang Romi Herton. Hakim menganggap setiap warga negara berhak menggunakan hak memilih dan dipilih, tak terkecuali seorang terpidana.

"Hak memilih dan dipilih adalah hak yang melekat pada setiap warga negara," ujar hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/3/2015).

Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum meminta agar hak politik Romi Herton dicabut. Kuasa hukum Romi, Sirra Prayuna, menyatakan bahwa keputusan hakim menolak tuntutan jaksa sudah tepat. Ia mengatakan, hak politik setiap warga negara diatur dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia.

"Alhamdulillah, hakim sependapat dengan pandangan kami sebagai hak politik yang kemudian yang dilakukan pidana tambahan itu berlebihan, terlalu berat," ujar Sirra.

Majelis hakim tipikor menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara terhadap Romi dan 4 tahun penjara terhadap istrinya, Masyitoh, dalam kasus korupsi pemberian uang kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dan perbuatan memberikan keterangan yang tidak benar. Selain itu, keduanya juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Romi Herton dihukum selama 9 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 400 juta subsider lima bulan kurungan dengan pidana tambahan yaitu pencabutan hak memilih dan dipilih. Adapun Masyito dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Romi dan Masyitoh didakwa menyuap Akil sebesar Rp 14,145 miliar terkait sidang sengketa Pilkada Kota Palembang di MK. Jaksa menyatakan bahwa suap yang dilakukan Romi dan Masyito dimaksudkan untuk membatalkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan wali kota dan wakil wali kota Palembang. Hasil Pilkada Kota Palembang menyatakan bahwa pasangan Romi-Harno kalah suara dari pasangan Sarimuda-Nelly Rasdania dengan selisih delapan suara.

Selain menyuap Akil, kedua terdakwa dianggap memberikan keterangan tidak benar saat menjadi saksi dalam sidang Akil. Orang dekat Akil yang bernama Muhtar Ependy berperan mengarahkan keterangan Romi dan Masyitoh selaku saksi untuk mengaburkan fakta di persidangan. Muhtar menyuruh keduanya untuk mengaku tidak mengenal Muhtar dan tak pernah menyerahkan sejumlah uang kepada Akil melalui Muhtar.

Atas perbuatannya, Romi dan Masyitoh dijerat Pasal 22 juncto Pasal 35 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang perubahan UU Nomor 31/1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana atau Pasal 21 UU RI Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31/1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com