Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bos Sentul City Dijerat Dua Dakwaan Terkait Tukar Menukar Kawasan Hutan Bogor

Kompas.com - 18/02/2015, 13:50 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Direktur PT Sentul City Kwee Cahyadi Kumala menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kuningan, Jakarta, Rabu (18/2/2015). Jaksa Penuntut Umum KPK mengenakan dua dakwaan terhadap Cahyadi terkait perkara pengurusan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Bogor.

Dalam dakwaan pertama, Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri ini dianggap merintangi proses penyidikan terhadap Yohan Yap yang merupakan anak buahnya di PT BJA.

"Dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, mau pun para saksi," ujar Jaksa Surya Nelly, saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa mengatakan, dalam surat dakwaan tertera bahwa pada saat pemeriksaan saksi bagi Yohan di KPK, Cahyadi memengaruhi sejumlah anak buahnya untuk memberikan keterangan tidak benar. Begitu Yohan ditangkap KPK pada 8 Mei 2014, Cahyadi langsung mengumpulkan anak buahnya dan membagikan sejumlah handphone kepada mereka untuk berkomunikasi agar tidak disadap KPK.

Menurut surat dakwaan, Cahyadi memerintahkan para anak buahnya, yaitu Teuteung Rosita, Rosselly Tjung, Dian Purwheny, dan Tina Sugiro untuk mengamankan dokumen terkait proses pengurusan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan seluas 2.754,85 hektar atas nama PT BJA yang diajukan ke Bupati Bogor Rachmat Yasin.

Cahyadi melakukan hal tersebut agar dokumen-dokumen itu tidak disita oleh penyidik KPK. Kemudian, pada 11 Mei 2014 Cahyadi menggelar pertemuan di rumahnya dengan sejumlah anak buahnya, Komisaris PT Briliant Perdana Sakti Ko Yohanes Heriko, Direktur PT BPS Suwito, dan sejumlah pihak lainnya.

"Pertemuan itu membahas penangkapan Yohan Yap oleh KPK dan uang yang diberikan Yohan ke Bupati Bogor Rachmat Yasin," kata Jaksa.

Kemudian, Cahyadi meminta Tantawi Jauhari Nasution untuk menyuruh Jo Shien Ni untuk menandatangani perjanjian pengikatan jual beli tanah antara PT BPS dan PT Multihouse Indonesia sebesar Rp 4 miliar. Hal tersebut, kata Jaksa, bertujuan sebagai kamuflase suap terhadap Rachmat agar seolah nampak seperti jual beli biasa.

Cahyadi juga disebut mengarahkan anak buahnya, Rosselly untuk memberikan keterangan tidak benar saat diminta bersaksi oleh penyidik KPK dalam kasus Yohan. Rosselly diberikan arahan agar pada saat bersaksi tidak menyebutkan keterlibatan Cahyadi dan memberi keterangan bahwa PT BPS adalah milik Haryadi Kumala, adik Cahyadi. Begitu pula dengan pemeriksaan saksi lainnya, Cahyadi meminta untuk tidak menyeret namanya dalam kesaksian. Ia meminta kepada saksi untuk melibatkan Haryadi sebagai penanggung jawab PT BPS yang sebenarnya merupakan milik Cahyadi.

Dalam dakwaan pertama, Cahyadi disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tengang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999. Sementara itu dalam dakwaan kedua, Cahyadi dianggap menyuap Rachmat Yasin sebesar Rp 5 miliar terkait rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Bogor. Cahyadi menyuap Rachmat agar permohonan rekomendasi tersebut segera dikabulkan.

"Rachmat meminta sejumlah uang yang kemudian disanggupi oleh terdakwa," kata Jaksa.

Kemudian, pada 30 Januari 2014, Cahyadi memerintahkan Yohan yang saat itu belum diciduk KPK untuk menyerahkan cek senilai Rp 5 miliar kepada Rachmat. "Yohan, you kasih ke Bapak Rachmat Yasin biar cepat selesai ijinnya," ujar jaksa, menirukan ucapan Cahyadi seperti tertuang dalam Berita Acara Perkara.

Uang tersebut diserahkan secara bertahap kepada Rachmat. Baru pada 29 April 2014 Rachmat menerbitkan surat rekomendasi itu. Saat itu, uang yang baru diterima Rachmat sebesar Rp 3 miliar. Agar surat rekomendasi bisa diambil dari Rachmat, Cahyadi melalui Yohan Yap lantas diminta menyerahkan kekurangan uang sebesar Rp 2 miliar.

Pada 7 Mei 2014, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Zairin yang diberi kuasa untuk memegang surat rekomendasi melakukan pertemuan dengan Yohan. Dalam pertemuat tersebut, Yohan menyerahkan sisa uangnya. Namun, saat itu juga keduanya ditangkap oleh petugas KPK. Kemudian, baru pada 30 September 2014 Cahyadi ditangkap tangan oleh KPK di Taman Budaya Sentul City Kabupaten Bogor.

Atas dakwaan kedua, Cahyadi disangkakan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebgaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1998 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Nasional
KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

Nasional
Tata Kelola Makan Siang Gratis

Tata Kelola Makan Siang Gratis

Nasional
Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Nasional
Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Nasional
Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Nasional
Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Nasional
Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com