Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kubu Djan Faridz Persoalkan Suharso Jadi Saksi Sidang Konflik PPP

Kompas.com - 27/01/2015, 19:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kubu Djan Faridz mempersoalkan pengajuan Suharso Monoarfa sebagai saksi dalam persidangan kasus konflik internal Partai Persatuan Pembangunan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Suharso diajukan sebagai saksi oleh kubu Muhammad Romahurmuziy (Romi).

"Sebagai penasihat hukum sebenarnya kami keberatan. Suharso itu kan baru saja dilantik oleh Presiden sebagai Wantimpres," kata kuasa hukum PPP versi Muktamar Jakarta Humphrey Djemat di Jakarta, Selasa (27/1/2015).

Humphrey mengatakan, sebagai anggota Wantimpres, Suharso seharusnya bersikap netral dan tidak memperlihatkan keberpihakan politiknya sebagaimana diamanatkan oleh UU No 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres.

Pihak Romi sebagai tergugat intervensi I pada persidangan di PTUN, Senin (26/1/2015), menghadirkan Suharso Monoarfa sebagai saksi. Suharso merupakan anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang dilantik Presiden Joko Widodobeberapa waktu lalu.

"Seharusnya pihak Romi bisa mengajukan saksi lain dan seharusnya hakim bisa mempertimbangkan hal ini juga (terkait jabatan Suharso sebagai anggota Wantimpres)," ujar Humphrey.

Menurut Humphrey, ada hal lain yang menjadi keberatan pihaknya terkait kesaksian Suharso yaitu mengenai adanya ucapan selamat yang diberikan oleh Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimoen Zubair setelah diselenggarakannya Muktamar PPP di Surabaya.

Ia mengatakan, Suharso tidak mendengarkan langsung ucapan itu dari Kiai Maimoen, melainkan mendengar dari orang lain.

"Kami berharap keterangan ini tidak didengarkan oleh hakim sebab berdasarkan UU keterangan yang harus diambil adalah keterangan saksi yang saksi lihat sendiri, dengarkan sendiri, dan alami sendiri. Jadi, kami menilai keterangan tersebut hanya sebagai testimonial dari pihak lain, bukan fakta," jelas Humphrey.

Meski demikian, Humphrey mengakui, ada keterangan dari Suharso yang justru menguatkan kubu Djan Faridz yaitu Suharso mengatakan bahwa sesuai dengan ketentuan AD/ART PPP, Pasal 51 ayat 2, muktamar dilakukan selambat-lambatnya satu tahun pemerintahan baru dibentuk. Akan tetapi, muktamar di Surabaya digelar tanggal 15-17 Oktober 2014, sementara pemerintahan baru terbentuk tanggal 20 Oktober 2014.

"Dengan demikian dipersoalkan keabsahan dari muktamar Surabaya. Saat ditanyakan hakim, saksi juga mengakui bahwa yang sah sebagai penyelenggara muktamar adalah Suryadharma Ali, bukan Emron Pangkapi," katanya.

Menurut dia, berdasarkan surat Dirjen AHU Kemenkumham, Suryadharma Ali tetap diakui sebagai ketua umum dan tidak ada pengesahan Emron Pangkapi sebagai ketua umum karena perubahan ditolak Dirjen AHU.

Selain itu, kata dia, keputusan Mahkamah Partai yang bersifat final dan mengikat tidak bisa dibantah oleh saksi karena tidak ada yang melakukan keberatan terhadap putusan Mahkamah Partai.

"Termasuk saksi hanya menyatakan keberatan secara lisan dan saksi sendiri bukan pihak. Oleh karena itu keputusan Mahkamah Partai harus dipatuhi oleh semua pihak karena bersifat final dan mengikat yang menjadi dasar hukum dilaksanakan Muktamar Jakarta," kata Humphrey.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com