Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi dan Asimetris Informasi

Kompas.com - 25/11/2014, 14:00 WIB

Oleh: Dedi Haryadi

KOMPAS.com - Langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang ingin membuka akses informasi tentang penangkapan ikan seluas-luasnya kepada semua pemangku kepentingan menunjukkan ada problem asimetris informasi dalam isu pengelolaan perikanan dan kelautan.

Problem asimetris informasi menggambarkan ada ketimpangan penguasaan informasi. Satu pihak menikmati surplus, pihak lain menderita defisit informasi. Dalam proses kebijakan publik, misalnya, para pengambil keputusan itu menikmati surplus informasi, sementara publik menderita defisit informasi.

Akan tetapi, di antara para pengambil keputusan pun terjadi asimetris informasi. Misalnya, tidak semua pejabat pemerintah atau anggota DPR tahu tentang anggaran proyek pembangunan. Hanya Badan Anggaran yang lebih banyak tahu tentang hal itu. Demikian juga dalam Badan Anggaran ada diferensiasi penguasaan informasi. Sangat mungkin ketua Badan Anggaran lebih banyak tahu tentang anggaran proyek pembangunan ketimbang anggota yang lain.

Kita berutang budi kepada pekerja intelektual, yakni Joseph Eugene Stiglitz, George A Kerlof, dan A Michael Spance, yang telah mengantarkan pada pemahaman yang lebih baik tentang asimetris informasi, khususnya pasar dengan informasi yang asimetris. Mereka telah meletakan dasar konsep, alat analisis, dan bukti empiris yang kokoh tentang pasar dengan informasi asimetris. Pada 2001, secara bersama-sama, mereka dianugerahi hadiah Nobel Bidang Ekonomi.

Bahaya asimetris informasi

Dalam perkembangannya, lalu istilah asimetris informasi banyak dipinjam untuk menjelaskan gejala-gejala lain di bidang politik, kebudayaan, pertahanan, keamanan, dan lain-lain. Asimetris informasi merupakan suatu keadaan patologis karena dari sini muncul berbagai jenis dan risiko kejahatan; korupsi, pencurian kayu, ikan, minyak, gas, dan lain-lain. Kejadian ustaz atau guru agama yang mengelabui pengikutnya, dukun mencabuli pasiennya, manajer keuangan menipu investornya, penjual mencurangi pembelinya, dan produsen yang mengakali konsumennya sebenarnya bersumber pada adanya problem asimetris informasi di antara mereka.

Problem asimetris informasi, baik pada tataran transaksi personal maupun kehidupan bernegara, jelas harus diatasi karena merugikan dan membahayakan. Tulisan ini memberikan tekanan dan aksentuasi lebih pada perlunya penanganan problem asimetris informasi pada konteks dan tataran kehidupan bernegara. Problem asimetris informasi persisten dalam kehidupan bernegara, baik itu dalam proses kebijakan, legislasi, maupun yudisial. Demikian juga dalam tata kelola dan pengelolaan sumber daya publik: anggaran, ruang, sumber daya alam, frekuensi radio, dan lain-lain. Kerugian dan bahaya yang ditimbulkan asimetris informasi pada tataran kehidupan bernegara jauh lebih sistemik, struktural, dan masif.

Contoh aktual, pergantian pemerintah dari Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono ke Joko Widodo-Jusuf Kalla yang baru seumur jagung sudah bisa mengungkap ada problem serius. Pertama, mekanisme impor minyak kita memang—seperti dugaan banyak orang—terkena problema asimetris informasi. Impor minyak melalui Sonangol (perusahaan minyak Angola) jauh lebih murah daripada Petral, anak perusahaan Pertamina yang selama ini menangani impor minyak.

Kedua, opsi impor minyak yang tersedia ternyata bukan tanpa melalui mafia atau dengan mafia, melainkan memang harus lewat mafia, hanya saja pilihannya mau dengan mafia yang cari margin keuntungan lebih besar atau dengan mafia yang cari margin lebih tinggi. Ini karena perdagangan hampir semua komoditas strategis sudah dikuasai mafia.

Ketiga, efisiensi dan efektivitas alokasi dan penggunaan anggaran. Perubahan mekanisme impor minyak ini diklaim bisa menghemat anggaran negara sekitar Rp 8 triliun per tahun. Penghematan ini baru seperempat dari total impor minyak. Selama bertahun-tahun dari impor minyak ini saja kita merugi triliunan rupiah. Padahal, magnitudo anggaran sebesar itu bisa dialokasikan dan digunakan untuk membangun instruktur jalan, jembatan, pelabuhan, pembangkit listrik, rumah sakit, gedung sekolah/universitas, pasar tradisional, dan lain-lain yang berguna bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Tiga implikasi

Apa implikasi aksentuasi Menteri Susi tentang perlunya memperkuat dan memperluas akses pemegang kepentingan terhadap data dan informasi pengelolaan kelautan dan perikanan? Setidaknya ada tiga implikasi penting. Pertama, reaktualisasi dan revitalisasi implementasi UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kedua, penguatan dan pendalaman peran Indonesia dalam skema kerja sama multilateral tentang Kemitraan Pemerintahan Terbuka (Open Government Partnership/OGP). Ketiga, perlunya segera mengakhiri rezim sekretif.

Negara-negara yang punya UU kebebasan informasi yang efektif umumnya prevalensi korupsinya rendah. Beruntung kita punya UU ini. Yang harus dilakukan, terus meningkatkan efektivitas implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik, baik dari sisi penawaran (supply) maupun permintaan (demand). Dari sisi penawaran, artikulasi dan aksentuasi Menteri Susi tentang keterbukaan informasi bisa dilihat tidak hanya sebagai penyemangat baru (energizer), tetapi juga pendorong utama (prime mover).

Sikap ini sangat tak biasa. Ia sangat progresif, melampaui pengetahuan, sikap dan perilaku pejabat pada umumnya yang cenderung konservatif dan malah protektif terhadap kondisi asimetris informasi yang terjadi di kementeriannya. Mangkraknya kewajiban membuka (disclosure) rekening gendut beberapa jenderal polisi bersumber dari sikap dan perilaku pejabat yang konservatif dan protektif ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com