Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Senator Berharap DPR Revisi Aturan Hak Imunitas

Kompas.com - 23/11/2014, 15:41 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Ketua Komite I DPD RI Benny Rhamdani menyadari, pasal yang mengatur mengenai imunitas anggota Dewan memang berbahaya bagi penegakan hukum. Namun, lanjut dia, DPD tidak bisa berbuat banyak karena pasal tersebut mengatur kewenangan anggota DPR.

"Kita (DPD) tidak bisa meminta urusan imunitas itu direvisi, bukan wewenang kita," kata Benny di Jakarta, Minggu (23/11/2014).

DPD sendiri, kata dia, memang tidak menginginkan imunitas anggotanya diperkuat untuk menciptakan kekebalan hukum. Dia berharap Anggota DPR menyadari pasal tersebut berbahaya dan mau secara sadar merevisinya.

"Yang jelas DPD tidak mau ikut-ikutan terjebak dalam penguatan hak imunitas itu," ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, jika permintaan DPD untuk dilibatkan dalam pembahasan UU MD3 bersama DPR dan pemerintah dikabulkan, DPD hanya akan memperjuangkan pasal-pasal yang berhubungan erat dengan DPD.

Hal yang akan diperjuangkan ke dalam UU MD3, misalnya putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang mengatur beberapa hal terkait penguatan lembaga DPD. Akan dimasukkan pula wewenang dan fungsi pertimbangan dan pengawasan. Anggaran DPD yang terbatas juga akan diperbaiki.

Selain itu, sinkronisasi terhadap ketentuan alat kelengkapan DPD juga akan dibahas ulang. Berbahaya.

Dalam Pasal 224 ayat (5) UU MD3 disebutkan bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR, yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya, harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Menurut ayat (6), MKD harus memproses dan memberikan putusan atas surat permohonan tersebut, paling lambat 30 hari setelah surat tersebut diterima. (Baca: Berbahaya, Anggota DPR Bisa Kebal Hukum)

Namun, menurut ayat 7, jika MKD memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota DPR, maka surat pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum atau batal demi hukum.

Meski demikian, ada aturan lain yang mengatur soal pemanggilan anggota DPR terkait tindak pidana, yakni  Pasal 245. Dalam pasal tersebut, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari MKD.

Menurut ayat (2), jika MKD tidak memberikan persetujuan tertulis dalam waktu 30 hari sejak permohonan diterima, maka pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat dilakukan.

Adapun ayat (3) berisi cakupan kasus-kasus yang tidak perlu persetujuan tertulis dari MKD. Aturan itu tidak berlaku jika anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana, disangka melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Aturan itu juga tidak berlaku jika anggota yang disangka tersebut melakukan tindak pidana khusus. Di luar kasus-kasus itu, proses hukum harus melewati MKD.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com