Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WNI Tionghoa yang Belum Memiliki Dokumen Jumlahnya Tidak Diketahui

Kompas.com - 20/11/2014, 19:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Saat ini tidak ada data resmi mengenai WNI Tionghoa yang  belum memiliki dokumen. Pemerintah diminta segera melayani dokumen mereka agar segera tercatat.

"Saat ini tidak ada data resmi atau akurat mengenai WNI etnis Tionghoa yang lahir turun temurun di Indonesia namun belum terlayani sebagai WNI," kata Ketua III Institut Kewarganegaraan Indonesia Saifullah Ma'Shum di Jakarta, Kamis (20/11/2014).

Dalam wawancara dengan Antaranews, Saifullah mengemukakan IKI mengasumsikan ada 100 ribu warga Tionghoa yang lahir dan turun temurun di Indonesia namun belum dilayani sebagai WNI.

Angka 100 ribu orang tersebut menurut IKI mengacu pada jumlah data pemerintah tahun 1995.

Menteri Dalam Negeri dalam surat kepada presiden pada 21 Juni 1995 melaporkan hasil Pendataan Penduduk (Pemukim) Orang Asing Cina di Indonesia sebanyak 208.820 orang.

Sebanyak 116.470 di antaranya mendapat empat surat untuk pewarganegaraan namun program tersebut waktunya terbatas sehingga sisa pemukim pada 1995 sebanyak 92.350 orang.

IKI mengasumsikan, jika kelahiran dan kematian mengikuti data BPS, maka pada tahun 2014 terdapat sekitar 100 ribu orang keturunan Tionghoa yang status kewarganegaraannya masih bermasalah.

Menurut  Saifullah, selama ini warga tersebut belum terlayani dokumen kependudukannya karena pemahaman petugas belum tuntas mengenai masalah kewarganegaraan dan kependudukan, sehingga mereka belum dilayani.

"Banyak yang memilih untuk 'sembunyi'. Mereka mungkin punya KTP namun asli-tapi-palsu. Mereka tidak akan terdata di KTP elektronik, belum lagi keturunan mereka menghadapi masalah serupa," katanya.

Lebih lanjut Saifullah mengemukakan kondisi ini menjadikan orang-orang  tersebut rentan menjadi sasaran pemerasan oknum.

Keturunan Tionghoa menurut dia cenderung dianggap asing karena politik pecah belah zaman penjajahan Belanda yaitu penggolongan penduduk dan diterapkannya  staatsblad yang berbeda untuk setiap golongan.

"Staatsblad tidak ada hubungan dengan masalah kewarganegaraan. Namun karena bias pemahaman petugas, maka seolah-olah Staatsblad digunakan untuk menentukan kewarganegaraan seseorang," katanya.

IKI mengusulkan agar Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa orang-orang yang menenuhi kriteria seperti lahir dan turun-temurun di Indonesia, tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri, dan tidak pernah memiliki paspor asing, sesungguhnya adalah WNI sehingga berhak dilayani dalam administrasi kependudukannya.

Lebih lanjut IKI mengusulkan agar Menteri Dalam Negeri menerbitkan instruksi  kepada seluruh jajaran administrasi kependudukan sampai ke tingkat RT untuk memberikan pelayanan kepada orang-orang dengan kriteria di atas sebagai WNI.

"Untuk mencegah masuknya orang asing dalam program ini, maka dibuat surat pernyataan dengan dua orang saksi WNI, dan Surat Pernyataan Domisili yang diketahui RT, RW, dan Lurah." kata Saifullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com