Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seperti Apa Manusia Indonesia?

Kompas.com - 22/10/2014, 19:47 WIB
Ahmad Arif

Penulis

Sumber KOMPAS

Oleh: Ahmad Arif

"Seperti apakah manusia Indonesia saat ini?”

KOMPAS.com — Pertanyaan ini mungkin klasik, tetapi tetap relevan, terutama ketika Presiden Joko Widodo mengemukakan ”revolusi mental”. Pertanyaannya, mental seperti apa yang perlu direvolusi?

Sebagai sebuah negara, Indonesia satu. Namun, yang satu ini terdiri atas sekumpulan etnis. Tutur bahasa dan tradisinya beragam, sekalipun terdapat beberapa ciri perilaku mirip. Kesamaan itu salah satunya soal korupsi yang menyebar luas, melampaui sekat etnis, agama, dan partai.

Potret manusia Indonesia lainnya, seperti diungkap sosiolog Universitas Indonesia (UI), Ricardi S Adnan (Potret Suram Bangsaku, 2006), adalah budaya instan dan konsumtif sehingga minim inovasi.

Jika Jepang menganut prinsip first imitation then innovation, menurut Ricardi, orang Indonesia mengikuti prinsip imitasi saja, tanpa diikuti inovasi. Padahal, dengan inovasi, Jepang yang awalnya meniru teknologi Barat kemudian memimpin industri strategis, seperti otomotif dan elektronik.

Beberapa ciri lain juga disebutnya, yakni aji mumpung, premanisme, mudah terpancing, senang komentar, dan cenderung tidak komprehensif. Selain itu, disebut pula karakter positif, seperti gotong royong dan ramah.

Gambaran Ricardi mengingatkan pada diskursus yang diwacanakan Mochtar Lubis tahun 1977. Pada pidato kebudayaan ”Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban)” di Taman Ismail Marzuki, Mochtar Lubis menyebut enam ciri orang Indonesia.

Urutan teratas adalah munafik yang menyuburkan sikap asal bapak senang (ABS). Ciri berikutnya enggan bertanggung jawab, feodal, percaya takhayul, artistik, dan lemah karakternya. Pidato ini mengundang polemik kala itu.

Sebagai jurnalis, Mochtar Lubis berangkat dari observasi walaupun stereotip memang kerap problematik karena bertendensi menggeneralisasi.

Namun, penggambaran manusia Indonesia oleh orang Indonesia sendiri memang sangat minim sehingga otokritik Mochtar Lubis dan Ricardi S Adnan menjadi penting. Studi tentang manusia Indonesia sejak dulu lebih banyak dilakukan orang luar, seperti Snouck Hurgronje.

Mendefinisikan diri

Diskursus tentang manusia Indonesia seharusnya bisa dilakukan dengan kepala dingin dalam rangka membenahi karakter negatif dan memperkuat yang positif. Seperti disebut Lawrence Harrison (Culture Matters, 2010), budaya amat menentukan keberhasilan atau kegagalan pembangunan bangsa.

Maka, riset-riset sosial yang mendalam jadi penting di sini. Sebab, beragam problem pembangunan fisik di Indonesia kerap berakar pada soal sosial budaya. Contohnya, polemik tanggul laut raksasa Jakarta tak bisa abai dengan perilaku warga yang gemar membuang limbah ke sungai. Ketika muara 13 sungai ini akan ditanggul dan dijadikan sumber air bersih, kekhawatiran tanggul ini akan jadi comberan raksasa sangat beralasan.

Faktanya, orang Indonesia gagal mendefinisikan diri. ”Indonesia negeri yang paling tidak bisa membentuk persepsi dirinya. Sekitar 90 persen artikel tentang Indonesia di luar negeri dibuat orang asing atau warga Indonesia yang tinggal di luar negeri,” ungkap Prof Peter Carey, sejarawan Inggris penulis biografi Diponegoro, dalam orasi ilmiah di Sosiologi UI.

Pendapat Carey memang beralasan. Data Kementerian Riset dan Teknologi, dalam kurun 2001-2010, kita hanya memublikasikan 7.847 karya ilmiah—baik sosial maupun eksakta—di jurnal internasional. Angka itu sangat jauh dibandingkan Malaysia dan Thailand, yang masing-masing menghasilkan lebih dari 30.000 karya ilmiah di jurnal internasional.

Demikian juga dalam hal paten internasional. Selama tahun 2011, Indonesia hanya mendaftarkan 11 paten internasional, Malaysia 263 paten, dan Thailand 67 paten (Kompas, 6 Maret 2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com