Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Artha Meris Didakwa Suap Rudi Rubiandini 522.500 Dollar AS

Kompas.com - 11/09/2014, 17:36 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon didakwa menyuap Rudi Rubiandini sebesar 522.500 dollar AS. Saat itu, Rudi menjabat Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Pemberian uang disebut dilakukan secara bertahap.

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, Artha diduga melakukan memberi gratifikasi dengan maksud agar Rudi melakukan sesuatu dalam jabatannya.

"Turut serta memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Rudi Rubiandini selaku Kepala SKK Migas," kata jaksa Irene Putrie ,saat membacakan dakwaan Artha, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Irene mengatakan, Artha menyuap Rudi agar bersedia memberikan rekomendasi atau persetujuan untuk menurunkan formula harga gas untuk PT Kaltim Parna Industri kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik. Ia memberikan sejumlah uang secara bertahap sebanyak empat kali dalam kurun April hingga Agustus 2013.

Dalam surat dakwaan tertera, sekira bulan November 2012, Komisaris Utama PT Kaltim Parna Industri Marihad Simbolon mengirim surat kepada Menteri ESDM perihal usulan penyesuaian formula gas untuk PT. KPI. Setelah itu, diadakan rapat antara Kementerian ESDM dan SKK Migas pada 21 Desember 2012 yang penolakan usulan perubahan formula gas yang diajukan PT. KPI dan pada 21 Februari 2013 dengan hasil SKK Migas akan menyampaikan rekomendasi terkait urusan harga.

Kemudian, pada 24 Maret 2013, Marihad memperkenalkan Artha Meris dengan Rudi dan pelatih golfnya yang bernama Deviardi. Dalam pertemuan tersebut, Marihad memberitahu Rudi bahwa terdapat perbedaan pengenaan formula jarga gas PT KPI yang lebih tinggi dibandingkan dengan PT Kaltim Pasifik Amoniak, padahal sumber gasnya sama-sama berasal dari Bontang.

"Marihad menyampaikan, kalau tidak ada perubahan formula harga gas, maka PT KPI akan gulung tikar dan supply amoniak dari Kaltim akan terganggu akibat supply dari PT KPI yang terhenti," demikian bagian dari dakwaan.

Oleh karena itu, Marihad mengusulkan agar formula harga gas PT KPI diturunkan sedikit agar harga gas yang dibayarkan oleh PT KPI bisa lebih rendah. Menanggapi hal tersebut, Rudi mengatakan, akan mencari solusi dan akan berkoordinasi dengan Bidang Komersialisasi Gas.

Jaksa Irene menyebut, sekira April 2013, Artha meminta Deviardi untuk bertemu dengannya di Hotel Sari Pan Pasifik, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, ia menyerahkan tas kertas berisi uang sebesar 250.000 dollar AS.

"Mas Ardi, ini titipan untuk Pak Rudi," ujar Irene, menirukan ucapan Artha kepada Deviardi.

Masih dalam bulan yang sama, Artha kembali bertemu dengan Deviardi dan menitipkan sejumlah dokumen untuk diberikan kepada Rudi. Ia juga memberikan uang kepada Deviardi sebesar 22.500 dollar AS untuk diberikan kepada Rudi.

Irene mengatakan, penyuapan ketiga terjadi pada Agustus 2013. Saat itu, Arta menghubungi Deviardi dan menyampaikan bahwa akan kembali menitipkan uang untuk Rudi. Saat bertemu di sebuah restoran cepat saji di bilangan Kemang, Jakarta, Artha menitipkan uang sebesar USD 50.000 dollar AS kepada Deviardi untuk diserahkan ke Rudi.

Sejumlah uang yang diterima Deviardi sementara disimpannya di safe deposit box atas perintah Rudi. Ternyata, uang yang diberikan Artha dalam transaksi ketiga tidak sesuai dengan jumlah yang dijanjikannya kepada Rudi. Oleh karena itu, dua hari setelahnya, Artha melalui sopirnya memberikan sisa uang sebesar 200.000 dollar AS kepada Deviardi.

"Terdakwa mengetahui bahwa pemberian sejumlah uang kepada Rudi agar Rudi memberikan persetujuan untuk menurunkan formula harga gas untuk PT KPI kepada Menteri ESDM bertentangan dengan kewajiban Rudi selaku kepala SKK Migas," ujar Irene.

Atas perbuatannya, Artha dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan.atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ia juga dijerat Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 1001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com