Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Pro Petani

Kompas.com - 30/08/2014, 17:50 WIB


Oleh:

KOMPAS.com - SETIAP menjelang pemilu; petani, nelayan, dan keluarganya jadi komoditas seksi.

Pelaku politik mana pun tahu pertanian masih jadi rebutan 41 persen tenaga kerja Indonesia, dan ditekuni 26,13 juta rumah tangga petani (sekitar 104 juta jiwa). Orang kota penting, tetapi orang desa yang jumlahnya banyak jauh lebih penting. Siapa berhasil memikat petani dipastikan meraih banyak suara. Petani dan pertanian lumbung suara yang bisa menyediakan tiket bagi siapa pun untuk menduduki kursi presiden/wakil presiden.

Itu sebabnya tiap kampanye calon presiden/calon wakil presiden selalu mengangkat tema kebutuhan pokok, nasib petani, dan pangan sebagai isu utama. Namun, setelah pemilu, petani, nelayan, dan keluarganya biasanya ditinggalkan. Posisi mereka amat penting saat di bilik suara, tetapi begitu presiden/wapres terpilih daya tawar mereka turun drastis. Ini karena mekanisme one man one vote tak berlanjut dalam pengambilan kebijakan saat mereka berkuasa. Inilah pentingnya memilih presiden pro petani.

Kasus global

Sejarah mencatat ada sejumlah presiden pro petani. Pertama, Abraham Lincoln. Presiden ke-16 Amerika Serikat itu menjadi pemersatu Amerika. Ia membebaskan perbudakan di AS pada 1863. Bekas petani ini menilai pertanian menempati posisi khusus. Di hadapan Wisconsin State Agricultural Society, 30 September 1859, ia mengatakan: ”Agricultural fairs are becoming an institutions of the country. They are useful in more ways than more. They bring us together, and thereby make us better acquainted and better friends than we otherwise would be”.

Tak seperti sektor lain, bagi Lincoln, tak ada proses produksi yang secanggih sektor pertanian: padat ilmu dan teknologi, mulai dari awal sampai akhir. Lincoln memberi pelajaran pentingnya pertanian diurus di atas landasan hukum yang kuat. Pada 20 Mei 1862, ia menciptakan Homestead Act 1862, yang memberikan lahan 160 acre atau 65 hektar per kapling untuk petani. Homestead Act dipandang sebagai simbol demokrasi AS karena merombak struktur sosial warga. Per acre lahan dibayar 1,25 dollar AS.

Dana itu untuk membangun jalan kereta api yang menghubungkan Atlantik dan Pasifik. Di tahun sama, Lincoln melahirkan Morrill Land Grant College Act 1862. UU ini melandasi berdirinya universitas-universitas yang awalnya berbasis pertanian. Keberadaan perguruan tinggi di tiap negara bagian adalah hasil Morril Act. Dengan dua UU itu, Lincoln memberi modal tanah dan otak buat petani/pertanian (Pakpahan, 2012).

Kedua, Presiden AS Franklin D Roosevelt (FDR). Ia mewarisi depresi ekonomi (great depression) di awal 1930-an akibat Wall Street rontok. Pengangguran membengkak, puluhan ribu perusahaan dan bank tutup, puluhan ribu orang bunuh diri, serta petani sengsara. Kesengsaraan dan keputusasaan melanda seluruh negeri. Ia menawarkan agenda New Deal. Untuk melindungi petani, ia menciptakan Agriculture Adjustment Act (AAA) 1933. Tujuan utama, menyembuhkan pertanian dari guncangan depresi ekonomi, terutama harga komoditas pertanian yang sangat rendah. AAA jadi dasar perbaikan harga. Caranya, antara lain, petani dibayar untuk membatasi areal pertaniannya dan pemerintah membeli hasil peternakan.

Kemudian ia menciptakan Commodity Credit Corporation (CCC) pada 1933. Harga-harga komoditas pertanian kembali merayap naik. Antara 1933 dan 1937, harga komoditas pertanian meningkat dua kali lipat. Pada 1936, Mahkamah Agung AS menyatakan AAA ilegal. Namun, FDR tak surut langkah. Ia teguh dengan pendirian dan usahanya mengangkat harkat dan derajat the forgotten men, istilah untuk petani, buruh, dan orang kecil lain, serta menyelesaikan masalah makro secara keseluruhan.

Kini, luas lahan per petani di AS sekitar 200 hektar atau tiga kali luas lahan saat Homestead Act. Meski belum sembuh dari krisis keuangan, AS tetap negara adidaya, terutama di bidang pertanian (Pakpahan, 2004). Bahkan AS merupakan negara terkuat di bidang pertanian meski jumlah petaninya hanya 2 persen.

Ketiga, Presiden Taiwan era 1980-an, Lee Teng Hui. Ia doktor ekonomi pertanian tangguh lulusan Cornell University, AS. Bagi dunia pertanian, Lee dikenang karena memadukan pembangunan infrastruktur fisik dan regulasi di hampir semua kebijakan
ekonomi yang diambilnya. Infrastruktur irigasi, listrik, air bersih, jalan, jembatan, dan telekomunikasi jadi penghubung ekonomi aktivitas ekonomi yang efisien.

Secara khusus, ia meletakkan sektor pertanian sebagai basis ekonomi. Ia yakin pertanian mampu jadi pengganda tenaga kerja karena menciptakan keterkaitan ke depan dan ke belakang yang amat tinggi dengan sektor lain dan jadi pengganda pendapatan lewat penciptaan nilai tambah yang tinggi (pengolahan lewat agroindustri) sekaligus memacu produktivitas SDM.

Selain menyederhanakan prosedur pajak, Lee memberi akses yang seimbang kepada pelaku usaha kecil menengah (UKM) terhadap sumber pendanaan (perbankan dan nonbank) dan memangkas pungli. Usaha besar, terutama di bidang pertanian, terkait erat pada UKM, baik dalam pasokan bakan baku maupun dalam kelancaran arus distribusi barang dan jasa. Teknologi yang dibangun tidak asal high tech, tetapi didasarkan pada keunggulan komparatif dan kompetitif Taiwan.

Lee berhasil metransformasi ekonomi Taiwan secara mulus: dari berbasis pertanian ke industri yang tangguh. Kini, Taiwan bersama Hongkong, Korea Selatan, dan Singapura jadi Asian Four Tigers. Lee menjadi contoh baik transformasi ekonomi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com