Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kubu Jokowi-JK Duga Kubu Prabowo-Hatta Tak Pakai Analisis Sendiri

Kompas.com - 09/08/2014, 07:01 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah keterangan yang disampaikan oleh saksi-saksi yang dihadirkan kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kedua di Mahkamah Konstitusi, Jumat (8/8/2014), terkesan janggal.

Catatan Kompas.com, kejanggalan itu di antaranya diungkapkan oleh saksi Yulisa Ramadhan asal Kota Semarang, Jawa Tengah, dan Nur Wahyudi yang berasal dari Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Yulisa, misalnya, menyebutkan, jumlah daftar pemilih tetap yang terdaftar di KPU Kota Semarang terdapat 1.161.687 jiwa. Ketika ditanya oleh anggota majelis hakim MK, Patrialis Akbar, Yulisa menyebutkan jika jumlah warga yang menggunakan hak pilihnya hanya sebanyak 94.941 jiwa. Namun, jumlah suara sah yang dihitung di KPU Kota Semarang mencapai 916.785 suara.

Kejanggalan selanjutnya diungkapkan oleh Nur Wahyudi. Awalnya, Nur diminta menjelaskan asal mula 130 daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) yang terdapat di TPS 26 Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Permintaan penjelasan itu datang dari Patrialis.

Kemudian, Nur mengungkapkan, jika jumlah daftar pemilih tetap di TPS itu sebanyak 534 jiwa, sedangkan jumlah warga yang menggunakan hak pilihnya ada 334 jiwa dengan jumlah suara sah 135 suara. Lalu, Nur pun mengatakan bahwa jumlah suara tidak sah di TPS itu hanya tiga suara. Jawaban Nur itu tentu saja memancing pertanyaan besar bagi Patrialis.

Ia kemudian meminta Nur untuk mengulang kembali penjelasannya. Dalam penjelasan kedua, Nur akhirnya meralat jawabannya. Menurut Nur, jumlah DPT di TPS 26 terdapat 495 jiwa, sementara jumlah warga yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 438 jiwa. Akan tetapi, Nur tak dapat menyebutkan berapa jumlah suara yang tidak sah di TPS itu. Patrialis lantas menegur Nur yang dinilai tidak mampu memberikan jawaban yang presisi.

"Saya kira sudah (cukup). Jelaskan yang lain. Karena data tidak lengkap, silakan jelaskan yang lain," pinta Patrialis.

Beri analisis sendiri

Anggota tim advokat pasangan Joko Widodo-Jusuf Kallla, Taufik Basari, menilai, data yang disampaikan oleh saksi Prabowo-Hatta bukanlah data primer yang diperoleh dari KPU setempat. Data tersebut, menurut dia, merupakan data yang diperoleh dari hasil analisis yang dilakukan tim mereka di lapangan.

“Kalau yang saya lihat, sepertinya data-data sebagian untuk menjawab pertanyaan hakim adalah data hasil analisis tim dalam bentuk rekap yang dibikin sendiri," kata Taufik saat dijumpai seusai sidang, Jumat malam.

Taufik mengatakan, data yang diberikan oleh saksi Prabowo-Hatta termasuk jenis data sekunder. Data tersebut seharusnya hanya menjadi data pembanding, bukan menjadi data primer yang dijadikan acuan saksi dalam memberikan keterangannya.

Data primer, lanjut Taufik, merupakan data yang dikeluarkan KPU. Data tersebut berasal dari formulir isian yang diterbitkan KPU sehingga jumlah angkanya valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Ya tentu sulit bagi kita untuk menggantungkan data sekunder seperti itu. Akan berbeda jika bentuknya primer dari formulir rekap. Itulah kenapa akhirnya jawaban mereka berbelit-belit saat ditanya oleh hakim," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

Nasional
Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com