Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Capres, Artis, dan Hak Cipta

Kompas.com - 16/07/2014, 18:08 WIB


Oleh: Achmad Zen Umar Purba

Pilpres sudah usai. Kepada kedua calon presiden, para artis sempat meminta diterapkannya hukum hak cipta secara ketat, yang melindungi segala karya individu di bidang seni, sastra, atau ilmu pengetahuan.

Hak cipta (HC) adalah satu dari tujuh hak yang bernaung dalam rumpun hak kekayaan intelektual (HKI), yang amat penting untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia dalam kaitan dengan perlindungan terhadap hasil olah pikir individu yang mendatangkan berkah bagi publik. Permintaan para artis itu amat wajar mengingat makin maraknya pembajakan karya cipta akhir-akhir ini. Yang rugi secara ekonomis dan moral bukan hanya pencipta, melainkan juga bangsa. Lama-lama kreativitas bisa mati.

Kebetulan saat ini DPR sedang membahas RUU HC yang akan menggantikan UU HC 2002. Beberapa hal baru dalam RUU, misalnya, berkaitan dengan penambahan masa  perlindungan bagi karya cipta di  banyak bidang: dari buku, lagu, dan lukisan sampai karya arsitektur. Dalam RUU diberikan masa perlindungan seumur hidup plus 70 tahun setelah  meninggal. Ini aturan yang mulai dipraktikkan di beberapa negara. UU HC 2002 hanya membatasi sepanjang hayat plus 50 tahun.

Ada pula aturan yang dimaksudkan sebagai perlindungan tambahan bagi pencipta lagu atau musik. Hak ekonomi atas ciptaan yang telah dijual putus dari pencipta kepada pembeli setelah 35 tahun beralih kembali kepada pencipta. Namun, ketentuan baru dalam RUU tidak jelas dan tiada pula  keterangan bagaimana pengejawantahannya kelak.

Lalu terdapat ketentuan tentang lisensi wajib (LW) yang diperlukan untuk "melaksanakan penerjemahan dan/atau penggandaan ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra". LW juga dimaksudkan untuk melayani kepentingan pendidikan, termasuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Kalau jadi UU kelak, LW di sini akan menjadi yang kedua setelah LW yang ada dalam UU Paten 2001.

RUU merespons keluhan pengguna karya cipta di tempat-tempat publik seperti restoran, hotel, dan lain-lain  yang harus membayar royalti HC atas diputarnya lagu-lagu di  tempat-tempat komersial itu.  Mereka mengusulkan perlunya penertiban praktik pemungutan royalti atas nama dan untuk para pencipta  tersebut. Dalam RUU diatur berdirinya satu institusi yang dinamai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Apabila ada beberapa LMK, akan ditata sehingga penagihan/penarikan hanya melalui satu pintu. Konsep LMK sudah mendunia. Dalam UU HC 2002, LMK tidak diatur secara mendalam — tentu sesuai dengan situasi waktu itu.

Denda sepuluh kali

Kejahatan di bidang HC dalam RUU dimasukkan sebagai delik aduan. Artinya, penegak hukum baru bergerak manakala sudah ada aduan dari pihak yang merasa dirugikan. Delik biasa sebaliknya adalah delik yang otomatis diusut oleh penegak hukum, tanpa menunggu aduan.

Kalau sudah jadi UU kelak, UU HC ini akan sama dengan  saudara-saudaranya yang lain. Dewasa ini, kecuali UU HC 2002 dan UU Rahasia Dagang 2000, semua pelanggaran HKI merupakan delik aduan. Mengapa UU HC 2002 dikecualikan? Secara konseptual, menurut saya, karena HC adalah bagian HKI yang tingkat keintelektualannya paling dalam, sedangkan pelanggarannya amat mudah dan masif.

Dalam RUU terdapat ancaman, pembeli barang bajakan akan dipidana 10 kali lipat harga barang asli. Juga ada larangan bagi pengelola mal untuk tidak mengizinkan atau menyewakan malnya digunakan oleh pihak lain untuk menjual barang hasil pelanggaran hak cipta. Namun, disayangkan, RUU membuang konsep Dewan Hak Cipta yang ada pada UU HC 2002—yang sebetulnya diperlukan bagi kepentingan "penyuluhan pembimbingan dan pembinaan hak cipta". Walaupun anggota-anggota Dewan belum ditetapkan hingga sekarang, hal itu tidak menjadi alasan melenyapkannya.

Sejalan dengan perkembangan konsep HC, seperti juga dalam UU HC 2002, RUU  mengatur tentang pemberian hak, yang mirip dengan HC, dan dalam konsep aslinya disebut sebagai Neighbouring Rights atau Related Rights. Ini merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiar.

Jadi, umpamanya seorang yang menciptakan karya seni mendapat HC, pada saat si pencipta kemudian tampil sebagai penari, maka ia mendapat Related Rights tersebut.

”Rumah sakit”

Dalam UU HC 2002, hak ini dinamakan sebagai hak terkait, persis padanan dari konsep asli. RUU mengganti istilah hak terkait dengan "hak yang berkaitan dengan hak cipta". Agaknya perancang RUU terjebak dengan keinginan menjawab pertanyaan, kalau disebut hak terkait saja, terkait dengan apa? Padahal, pertanyaan itu sama sekali tidak relevan. Toh sudah ada definisi. Nama panjang yang ditawarkan RUU, "hak yang berkaitan dengan hak cipta", ini jelas bukan istilah. Ia adalah keterangan/penjelasan. Secara konseptual kita mesti bisa membedakan
antara istilah dan keterangan. Bukankah kita cukup bilang "rumah sakit", bukan "rumah yang digunakan untuk orang yang sakit"?

Soal ini penting karena hak terkait sebagai istilah merupakan kosakata baru. UU tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan 2009 mewajibkan kita membuat dokumen dalam bahasa Indonesia. Kita mesti membantu sukses UU itu, antara lain dengan memperkaya khazanah kosakata  tadi. Selesaikah RUU ini sehingga dapat dilaksanakan presiden RI terpilih? Semua pihak, termasuk artis, berharap demikian.

Achmad Zen Umar Purba
Dosen Program Pascasarjana FHUI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com