JAKARTA, KOMPAS.com – Lembaga survei diminta tidak mengintimidasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pernyataan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi terkait hasil hitung cepat dan perhitungan Komisi Pemilihan Umum dinilai tidak tepat.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin mengatakan, meski sebuah lembaga survei seringkali tepat dalam melakukan hitung cepat hasil pemilu, tetapi mereka tidak boleh menyatakan bahwa keputusan KPU salah jika hasilnya berbeda.
Menurut dia, jika ada pernyataan demikian maka lembaga survei itu sudah terlalu kelewatan.
“Sebagai pegiat di bidang Pemilu saya tidak bisa terima kalau KPU diancam-ancam seperti itu. Itu intimidasi intelektual namanya,” kata Said kepada Kompas.com, Jumat (11/7/2014).
Said menilai, quick count merupakan salah satu produk ilmu pengetahuan yang manfaatnya besar bagi demokrasi. Meski demikian, kehadiran quick count tidak boleh merusak sistem hukum pemilu yang berlaku.
Ia menambahkan, bahwa posisi real count yang dilakukan KPU telah diatur di dalam undang-undang. Sehingga, kata dia, posisi real count jauh di atas quick count yang dilakukan oleh lembaga survei.
“Jadi jangan dibolak-balik, seolah hasil hitung manual harus mengikuti atau harus dicocok-cocokan dengan hasil hitung cepat lembaga survei,” katanya.
Lebih jauh, ia mengatakan, sistem pemilu di Indonesia membuka ruang bagi peserta dan masyarakat untuk mengajukan komplain jika merasa dicurangi.
“Memang selalu ada potensi kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara. Tetapi tidak boleh memastikan ada kecurangan sebelum ditemukan bukti,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, yakin benar dengan hasil hitung cepat yang dilakukan lembaganya. Indikator menunjukkan kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan 52,95 persen, sementara Prabowo-Hatta hanya mendapat 47,05 persen.
Terlebih lagi, lanjut dia, banyak lembaga survei mainstream lain yang juga menunjukkan hasil serupa. (baca: Lembaga Survei: Kalau Beda dengan "Quick Count", Penghitungan KPU Salah)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.