Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilpres dan Ujian Berdemokrasi

Kompas.com - 09/07/2014, 10:28 WIB

Oleh: Komaruddin Hidayat

KOMPAS.com - Ketika menulis esai ini, saya membayangkan pada hari Rabu, 9 Juli, ini masyarakat kita tengah merayakan pesta demokrasi menentukan siapa yang bakalan menjadi presiden dan wakil presiden periode 2014-2019.

Peristiwa mencoblos yang berlangsung hanya dalam hitungan menit akan menentukan perjalanan dan nasib bangsa lima tahun ke depan atau bahkan lebih.

Siapa pun yang akhirnya terpilih sebagai pasangan presiden dan wakil presiden semoga akan mengakhiri era transisi reformasi ini serta mendorong bangsa dan masyarakat berubah menjadi adil dan sejahtera. Jangan sampai agenda reformasi mengalami setback.

Dalam benak saya juga bertanya-tanya, apakah mayoritas pemilih ketika menentukan pilihannya didasari informasi dan pengetahuan yang cukup tentang capres-cawapresnya ataukah atas desakan luar dan merasa utang budi karena sudah menerima amplop ”serangan fajar” yang sesungguhnya menghina dirinya dan merusak kualitas demokrasi?

Dibandingkan dengan Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, pemilu kali ini kualitasnya semakin menurun. Sewaktu pemilihan anggota legislatif yang lalu, praktik kecurangan dalam penghitungan suara dan politik uang semakin marak. Dan, semasa kampanye pilpres sebulan terakhir ini, kampanye hitam sampai fitnah bermunculan sehingga memanaskan suasana. Jadi, para pengamat dan peneliti menilai Pemilu 2014 ini merupakan pemilu yang paling buruk.

Keberhasilan seorang calon wakil rakyat dalam pemilu legislatif lebih ditentukan oleh uang dan kedekatan elite partai ketimbang prestasi, ideologi, dan gagasan. Dalam pilpres hari ini pun dikhawatirkan faktor uang dan kampanye hitam akan menggerus kualitas demokrasi sehingga prinsip jujur, adil, dan transparan tergusur ke pinggir.

Kebenaran dan kemenangan

Ada ungkapan klasik tentang politik yang sesungguhnya tidak benar, tetapi kelihatannya disetujui banyak orang, yaitu demi menutup kekurangan dan kesalahannya, seorang politisi tak segan melakukan kebohongan publik demi meraih kemenangan. Panggung politik penuh dengan pencitraan dan kepura-puraan.

Ini berbeda dari tradisi keilmuan yang harus mendahulukan kejujuran untuk mengakui kesalahannya karena kebenaran ilmiah di atas kepentingan pribadinya. Idealnya, dalam panggung politik pun menyatu antara kebenaran dan kemenangan. Seseorang menang karena benar atau dia benar, maka dia menang.

Tetapi, nyatanya tidak demikian dalam pergulatan politik dan kekuasaan. Di sana banyak wilayah kelabu sehingga kebenaran tidak menjamin sebuah kemenangan. Saya masih ingat pelajaran di pesantren dulu: Alhaqqu bilaa nidham, qod yaghlibuhul bathilu binnidhom. Kebenaran tanpa organisasi yang baik kadang kala dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisasi dengan baik.

Jangan diartikan saya memandang dua pasang capres-cawapres yang kemenangannya ditentukan hari ini sebagai gerakan kebatilan versus kebenaran. Namun, saya hanya ingin mengingatkan bahwa dalam pertarungan politik, kelompok mana pun, selalu saja ada oknum yang agenda utamanya hanya mengejar keuntungan pribadi sekalipun dengan cara batil untuk meraihnya.

Praktik fitnah dan kampanye hitam merupakan contoh nyata dari sebuah kebatilan yang dilakukan secara sistematis (well organized). Dan, ini akan ditemukan sepanjang sejarah perebutan kekuasaan. Sejarah memberikan catatan terang benderang bagaimana emosi dan simbol keagamaan dipermainkan untuk memenangi sebuah pertarungan politik, baik dalam dunia Kristen maupun Islam.

Perseteruan antara dinasti Abasiyah dan Umayah di abad tengah yang sesama Muslim sangat kental melibatkan emosi dan simbol agama untuk menjatuhkan yang lain. Begitu pun akar perseteruan antara kelompok Sunni dan Syiah adalah perebutan kekuasaan sesama umat Islam di abad tengah yang kini masih berkelanjutan di Timur Tengah yang sesungguhnya bukan bagian dari sejarah umat Islam Indonesia.

Jebakan reformasi

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Nasional
Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Nasional
Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Nasional
Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Nasional
DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Nasional
Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Nasional
Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Nasional
PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com