Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasionalisme Tuan Presiden

Kompas.com - 22/04/2014, 17:13 WIB


KOMPAS.com - PEMILIHAN presiden tinggal sebentar lagi. Setiap kandidat pun sudah mengobral janji politiknya kepada publik. Satu yang mengikat semua kandidat adalah ideologi tua bernama nasionalisme. Semua, misalnya, berjanji akan mengedepankan kepentingan nasional jika terpilih nanti.

Tidak ada lagi impor beras, garam, dan bawang merah. Sumber-sumber ekonomi akan dikelola putra-putri terbaik bangsa sendiri. Nasionalisme sudah menjadi jargon pokok di setiap kampanye.

Padahal, kita semua tahu banyak yang lain di mulut lain pula di hati. Nasionalisme hanya berdetak saat kampanye. Nasionalisme ibarat puisi yang enak didengar. Persoalannya, saat terpilih, pemimpin akan memerintah tidak dengan puisi, tetapi prosa. Dan prosa itu bernama ketergantungan di segala bidang.

Kepentingan nasional

Banyak yang salah kaprah mengeja nasionalisme. Nasionalisme bukan mengisolasi diri dari relasi-relasi global. Nasionalisme justru memanfaatkan relasi-relasi global demi kepentingan nasional. Kita tidak boleh menolak kemungkinan untuk memperoleh gas murah dari negara lain.

Namun, syaratnya, negara tersebut harus membuka pasar tekstilnya bagi Indonesia. Nasionalisme tidak anti impor. Nasionalisme hanya mengutuk impor barang ekonomi yang dapat dihasilkan bangsa sendiri secara lebih efisien dan murah.

Nasionalisme bukan kata-kata belaka. Dia harus bisa diraba. Nasionalisme berbeda dengan berbagai ujar populis yang beredar di ruang publik belakangan ini. Beberapa kandidat, misalnya,  berjanji untuk lebih berpihak kepada pelaku ekonomi lokal. Persoalannya, keberpihakan itu butuh langkah-langkah nyata.

Bagaimana keberpihakan tersebut dapat maujud jika subsidi pertanian terus- menerus dipangkas. Izin untuk waralaba asing terus-menerus diumbar. Ikan di perairan sendiri terus-menerus dicuri nelayan asing tanpa sanksi. Harga solar untuk nelayan kecil terus menerus dinaikkan. Nasionalisme membutuhkan keberanian dan bukan jargon atau puisi kacangan.

Para kandidat presiden harus mampu melindungi kepentingan nasional secara bijaksana. Paling tidak, ada tiga kepentingan nasional yang perlu dijadikan agenda utama bagi mereka yang berkepentingan di tahun politik ini.

Pertama adalah ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan adalah kepentingan nasional sebab bertanggung jawab terhadap nafkah bagi jutaan keluarga. Petani tembakau saat ini, misalnya, sedang kebingungan akibat regulasi yang menuntut diversifikasi tanaman tembakau. Padahal, sektor ini menghidupi banyak sekali keluarga. Pemimpin berikut harus memiliki keberpihakan yang jelas terhadap sentra- sentra ekonomi kerakyatan di republik ini.

Kedua adalah energi. Energi menentukan hidup-mati sebuah bangsa. Indonesia memiliki sumber energi yang melimpah, baik yang terbarukan maupun tidak. Ini tentu saja akan menarik banyak sekali investor asing untuk menanamkan modalnya. Investasi asing bukan sesuatu yang haram. Namun, energi sebagai kepentingan nasional harus dilindungi dengan memberlakukan aturan yang ketat.

Investasi bukan berarti eksploitasi tanpa batas. Investasi harus menguntungkan bangsa sendiri. Kepentingan nasional kita sebagai bangsa adalah ketersediaan energi yang murah dan berlimpah. Hak istimewa bagi korporasi-korporasi energi milik bangsa sendiri bukan sesuatu yang haram untuk diberikan.

Ketiga adalah ideologi. Pancasila adalah kepentingan nasional yang wajib dilindungi mati-matian oleh siapa pun yang mengelola republik ini. Perlindungan yang dimaksud bukan dengan menghidupkan lagi aparatus ideologis seperti Badan Pelaksana Pembinaan dan Pendidikan P4 (BP7) dulu. Demokrasi memiliki limitasi terhadap upaya-upaya indoktrinasi ideologis. Pemimpin harus melindungi Pancasila melalui jalan kebudayaan.

Hakikat kultural Pancasila adalah solidaritas atau dalam bahasa Bung Karno:  ”gotong royong”. Gotong royong” berlawanan dengan individualitas keras model liberalisme atau kolektivisme sempit ala fundamentalisme. Artinya, segala agenda yang berporos pada kedua ”isme” tersebut patut diwaspadai sebagai ancaman  terhadap kepentingan nasional.

Lalu siapa?

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com