KOMPAS.com -- Banyak hal bisa terjadi di dalam penjara. Selain bisa makin meneguhkan ideologi dan keyakinan, penjara bisa juga membuat mereka yang mendekam mengubah keyakinannya. Tempat pemungutan suara khusus Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Rabu (9/4), jadi saksi. Di dekat lantai dasar gedung ini, tahanan biasa dikunjungi tamunya tiap kali jadwal berkunjung tiba.
Ada 23 tahanan kasus korupsi di KPK yang ikut menggunakan hak pilihnya. Beberapa orang di antaranya adalah politisi nomor satu di partainya, seperti mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Selain itu, ada juga mantan Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat Andi Mallarangeng serta mantan anggota DPR dari Partai Golkar, Akil Mochtar dan Chairun Nisa.
Di luar ke-23 tahanan yang mencoblos ini, ada satu nama politikus lagi, Izedrik Emir Moeis. Namun, politikus PDI-P itu masih dirawat di Rumah Sakit Harapan Kita dan dibantarkan dari statusnya sebagai tahanan.
Tahanan korupsi, apalagi mantan orang nomor satu di partai yang fenomenal, cukup menarik bagi media untuk diliput. Meski yang menggunakan hak pilih di TPS khusus itu hanya 23 orang, jumlah wartawan yang meliput hampir dua kali lipat.
KPK tetap memberikan hak memilih kepada mereka karena undang-undang melindungi hak memilih itu. Sejauh ini, tuntutan agar pengadilan mencabut hak politik terdakwa kasus korupsi untuk dipilih sebagai pejabat publik di masa yang akan datang belum pernah dikabulkan hakim.
Pilihan politisi yang jadi tahanan KPK ini menarik karena sebagian di antaranya diekspresikan langsung dan terbuka. Luthfi mendapat giliran pertama mencoblos. Seperti biasa, dia tersenyum lebar. Setelah mencoblos, Luthfi menunjukkan kelingkingnya yang bertinta dengan mengacungkannya bersama jari manis dan jari tengah. Isyarat angka tiga.
Sampai mati
Sebagai mantan orang nomor satu, tak seorang pun meragukan ”kadar” ke-PKS-annya. Meski jarang dikunjungi kawannya, Luthfi mengaku tidak berpaling. ”Saya sampai mati PKS,” ujar Luthfi, sambil menuju mobil tahanan yang kembali membawanya ke Rutan Guntur.
Sikap yang tetap loyal juga ditunjukkan Andi Mallarangeng yang mengenakan batik biru lengan panjang. Pada hari pencoblosan itu, banyak petinggi Demokrat yang juga mengenakan pakaian warna biru. Sebuah tanda nyata di tengah tuntutan pemilu yang harus rahasia.
Berbeda dengan Luthfi dan Andi adalah Anas. Tidak mengagetkan sebenarnya karena sejak ditetapkan sebagai tersangka, mantan anggota KPU ini mengambil posisi berseberangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono, presiden yang menggantikannya sebagai Ketua Umum Demokrat. ”Partai yang saya pilih biasanya menang,” kata Anas seusai mencoblos.(KHAERUDIN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.