Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang Dekat Akil Mengaku Diteror Sejumlah Calon Kepala Daerah

Kompas.com - 24/03/2014, 22:48 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, Muhtar Ependy, mengaku mendapat ancaman dan diteror oleh beberapa calon kepala daerah serta sejumlah pihak setelah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Muhtar, ia disangka makelar oleh para kepala daerah tersebut dalam pengurusan sengketa pilkada di MK.

"Setelah saya diperiksa KPK, saya mengalami depresi dan teror dari bupati yang kalah," kata Muhtar, ketika bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada dan pencucian uang dengan terdakwa Akil di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (24/3/2014).  

Muhtar mengatakan, teror itu di antaranya dari calon bupati Banyuasin, Hazuar Bidui; calon wali kota Palembang, Sarimuda; dan calon bupati Empat Lawang, Joncik Muhammad.

Selain itu, Muhtar juga mengaku mendapatkan teror dari anak buahnya sendiri, yaitu Niko Fanji Tirtayasa. Muhtar menuding Niko memanfaatkan kasus Akil agar bisa merebut perusahaannya.   Ia kemudian mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) saat menjalani pemeriksaan oleh KPK dalam penyidikan kasus Akil. Muhtar telah diperiksa lebih dari lima kali oleh KPK. Ia juga mengaku telah mengarang BAP saat diperiksa penyidik. Menurut dia, hal itu dilakukan demi keselamatan dirinya dan keluarganya.    

"Ada yang saya tidak sampaikan karena saya takut di bawah tekanan, diteror," katanya.  

Seperti diketahui, Akil juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sejak ia masih menjabat anggota DPR hingga menjadi Ketua MK. Nilai pencucian uang saat menjadi Ketua MK mencapai Rp 161 miliar, sedangkan saat menjadi anggota DPR sekitar Rp 20 miliar.  

Dalam penyidikan kasus pencucian uang ini, KPK telah menyita puluhan mobil dan sepeda motor dari Muhtar. Muhtar diduga sebagai pihak yang berperan aktif menyamarkan asal-usul harta kekayaan Akil. Muhtar juga diketahui memiliki usaha produksi atribut kampanye pilkada, ikan arwana, dan showroom mobil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com