JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla menilai bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan pemimpin yang berlatar belakang militer, tetapi bersikap sipil. Hal ini, kata dia, bisa dilihat dengan kebebasan rakyat mengkritik SBY.
"Selalu saya katakan, SBY itu background-nya militer, tapi attitude-nya lebih sipil dari orang sipil," kata Ulil saat diskusi di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Selasa (11/3/2014).
Menurut Ulil, di media sosial, seperti facebook dan twitter, banyak orang yang mem-bully SBY dengan menjadikannya bahan guyonan dan ledekan. Meskipun begitu, kata aktivis Jaringan Islam Liberal itu, sejauh ini belum pernah ada orang yang dihukum karena menghina presiden.
"Ya, mestinya orang bersikap sopan. Dia kan simbol negara. Harus dihormati," ucapnya.
"Begitu juga Ibu Ani (Ani Yudhoyono, Ibu Negara). Ibu Ani sering dikerjain, terus jadi berita, terus disampaikan (ke publik). Tidak pernah ada yang dipenjara karena mem-bully SBY dan Ibu Ani," sambungnya.
Menurut Ulil, masyarakat seharusnya mengapresiasi sikap demokratis SBY. Beberapa negara lain, kata dia, terus terseok-seok saat mengalami proses demokratisasi. Ketika ada perbedaan pandangan, negara lain menyelesaikannya dengan cara-cara yang non-demokratis.
Dia lalu memuji perkembangan demokrasi di Indonesia, terutama di era presiden SBY. Di Indonesia, lanjut Ulil, tidak pernah ada intervensi militer dalam politik karena masalah kerap kali diselesaikan dengan solusi yang diterima sebagian besar pihak.
"Demokrasi pasti akan membawa solusi, tapi solusinya lambat. Beda sama otokrasi. Dalam demokrasi, kita harus bernegosiasi karena masing-masing pihak memiliki kepentingan. Dan solusi didapat melalui diskusi yang sangat panjang," tandasnya.
Sebelumnya, SBY pernah mengaku bisa menerima kritikan lantaran terkadang membawa manfaat. Mengecam, menghujat, mencemooh, katanya, juga hak setiap orang. Dia menyebut sudah menerima ribuan kritik sejak menjadi Presiden pada 20 Oktober 2004. Namun, ia tidak bisa menerima jika difitnah.
"Saya menyadari kalau ada apa-apa SBY salah, SBY enggak benar, dikecam, disalahkan segala macam. Saya harus menerima keadaan seperti itu. Hanya satu yang saya sulit menerima, fitnah. Kalau saudara difitnah tentu sulit secara batiniah untuk menerima," kata Presiden saat perayaan HUT LKBN Antara ke-76 di Wisma Antara, Jakarta, Desember 2013.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.