Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elite Demokrat: SBY, Mantan Jenderal yang Lebih Sipil dari Orang Sipil

Kompas.com - 11/03/2014, 16:29 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla menilai bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan pemimpin yang berlatar belakang militer, tetapi bersikap sipil. Hal ini, kata dia, bisa dilihat dengan kebebasan rakyat mengkritik SBY.

"Selalu saya katakan, SBY itu background-nya militer, tapi attitude-nya lebih sipil dari orang sipil," kata Ulil saat diskusi di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Selasa (11/3/2014).

Menurut Ulil, di media sosial, seperti facebook dan twitter, banyak orang yang mem-bully SBY dengan menjadikannya bahan guyonan dan ledekan. Meskipun begitu, kata aktivis Jaringan Islam Liberal itu, sejauh ini belum pernah ada orang yang dihukum karena menghina presiden.

"Ya, mestinya orang bersikap sopan. Dia kan simbol negara. Harus dihormati," ucapnya.

"Begitu juga Ibu Ani (Ani Yudhoyono, Ibu Negara). Ibu Ani sering dikerjain, terus jadi berita, terus disampaikan (ke publik). Tidak pernah ada yang dipenjara karena mem-bully SBY dan Ibu Ani," sambungnya.

Menurut Ulil, masyarakat seharusnya mengapresiasi sikap demokratis SBY. Beberapa negara lain, kata dia, terus terseok-seok saat mengalami proses demokratisasi. Ketika ada perbedaan pandangan, negara lain menyelesaikannya dengan cara-cara yang non-demokratis.

Dia lalu memuji perkembangan demokrasi di Indonesia, terutama di era presiden SBY. Di Indonesia, lanjut Ulil, tidak pernah ada intervensi militer dalam politik karena masalah kerap kali diselesaikan dengan solusi yang diterima sebagian besar pihak.

"Demokrasi pasti akan membawa solusi, tapi solusinya lambat. Beda sama otokrasi. Dalam demokrasi, kita harus bernegosiasi karena masing-masing pihak memiliki kepentingan. Dan solusi didapat melalui diskusi yang sangat panjang," tandasnya.

Sebelumnya, SBY pernah mengaku bisa menerima kritikan lantaran terkadang membawa manfaat. Mengecam, menghujat, mencemooh, katanya, juga hak setiap orang. Dia menyebut sudah menerima ribuan kritik sejak menjadi Presiden pada 20 Oktober 2004. Namun, ia tidak bisa menerima jika difitnah.

"Saya menyadari kalau ada apa-apa SBY salah, SBY enggak benar, dikecam, disalahkan segala macam. Saya harus menerima keadaan seperti itu. Hanya satu yang saya sulit menerima, fitnah. Kalau saudara difitnah tentu sulit secara batiniah untuk menerima," kata Presiden saat perayaan HUT LKBN Antara ke-76 di Wisma Antara, Jakarta, Desember 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com