Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat LIPI: Pertontonkan Juga Kelemahan Jokowi

Kompas.com - 10/03/2014, 12:47 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, tingginya elektabilitas Jokowi sebagai bakal calon presiden disebabkan oleh peran media massa. Menurutnya, berbagai media, baik cetak maupun elektronik, tidak proporsional dalam memberitakan Jokowi. Akibatnya, nama Jokowi mengorbit dengan sangat cepat dibanding tokoh-tokoh lainnya.

"Peran media selama ini kalau saya perhatikan tidak proporsional. Harusnya media bertanggung jawab kalau mau menggaungkan sosok tertentu. Tidak boleh berat sebelah," kata Siti saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/3/2014).

Siti menjelaskan, selama ini media selalu menyoroti kelebihan Jokowi saja. Sosok Jokowi yang sering blusukan, sederhana, dan peduli dengan rakyat kecil, kata dia, selalu menghiasi pemberitaan di media setiap harinya.

Sementara yang menjadi kelemahan Jokowi, kata dia, tidak pernah ditampilkan secara proporsional dan seimbang. Siti meyakini, sangat sedikit media yang berani menampilkan kekurangan mantan Wali Kota Surakarta itu.

"Harusnya pertontonkan kelemahannya juga, yang memang jadi kelemahannya itu apa-apa saja. Kalau hanya kelebihannya saja kan berarti enggak mencerahkan. Sosok calon presiden lainnya juga harus ditampilkan secara seimbang, jadi masyarakat tahu semuanya," ujarnya.

Siti menambahkan, pemberitaan tidak proporsional yang banyak beredar di media nasional itu akhirnya ditiru oleh media lokal yang ada di berbagai daerah. "Media lokal kan menginduk dari media nasional 80 persennya," ujar dia.

Akibatnya, lanjut Siti, masyarakat pun akhirnya mendapatkan informasi yang berat sebelah. Lebih buruknya lagi, sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum melek politik. Dengan demikian, kata dia, mereka menelan mentah-mentah berita itu.

"Ini kan jadi seperti diindoktrinasi. Sejak demokrasi, kedaulatan paling tinggi ada di tangan rakyat. Jadi harusnya suara rakyat itu rasional, masyarakat harus diberi pendidikan politik. Tapi rata-rata masyarakat kita belum cukup mendapatkan pendidikan politik itu, rata-rata mereka masih ada di grass root. Masyarakat seperti itulah yang menjatuhkan pilihannya kepada Jokowi," ujar dia.

"Jadi kuncinya itu ada di media. Media itu sekarang sudah ibaratnya Tuhan dalam demokrasi. Kalau mereka yang mengerti, bisa kroscek dulu, bisa cek di Google dulu. Tapi kalau yang menelan mentah-mentah ini bagaimana?" pungkas Siti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com