Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wantimpres: Usulan Pemekaran, Pemerintah Selalu Kalah

Kompas.com - 25/11/2013, 12:24 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Ryas Rasyid mengatakan, pemerintah sering tidak menyetujui usulan pemekaran daerah. Namun, pemerintah selalu kalah ketika pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat.

"Pemerintah selalu kalah di DPR," kata Ryas di Jakarta, Minggu (24/11/2013), menyikapi keputusan DPR yang mengusulkan pembentukan 65 daerah otonom baru (DOB).

Ryas mengatakan, meskipun dalam pembuatan undang-undang seharusnya ada amanat presiden (amres), mekanisme itu sering kali tidak dijalankan. Ia mencontohkan, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2002 tentang Pembentukan Kepulauan Riau diterbitkan meski tanpa ampres.

"Dulu pemekaran Kepri pun tidak ada ampresnya, tapi tetap berjalan,” ujarnya.

Ryas menilai, para politisi menjadikan pemekaran daerah sebagai proyek bagi-bagi kursi kekuasaan. Ia melihat seringkali modus pemekaran agar elit-elit daerah dan elit partai mendapat bagian kursi sebagai bupati/wali kota ataupun gubernur.

“Sejak dulu saya mempertanyakan ketika Anda bicara pemekaran pernah tidak ada ingat rakyat ada di mana. Yang Anda ingat hanya kursi partai dapat sekian, orang partai bisa jadi bupati/wali kota atau gubernur,” katanya.

Sebelumnya, rapat paripurna DPR menyetujui 65 Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembentukan DOB menjadi RUU usul inisiatif DPR. Usulan itu dantaranya adalah pembentukan delapan provinsi baru, yaitu Provinsi Tapanuli, Provinsi Kepulauan Nias, Provinsi Pulau Sumbawa, Provinsi Kapuas Raya, Provinsi Bolaang Mongondow Raya, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Barat Daya.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum mengambil sikap atas usulan itu dan belum ada amanat presiden (ampres) terkait RUU tersebut. "(RUU) belum sampai ke kami. Saya belum tahu apakah sudah sampai ke presiden atau belum. Sampai saat ini belum ada ampres-nya," ujar Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com