Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Uang Rp 1 Miliar Bukan Milik PPI

Kompas.com - 13/11/2013, 21:59 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini bahwa uang Rp 1 miliar yang ditemukan di kediaman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum merupakan milik pribadi, bukan milik organisasi Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). KPK menduga uang itu berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana Hambalang sehingga disita dalam penggeledahan yang berlangsung pada Selasa (13/11/2013).

“Ada uang Rp 1 miliar yang ditemukan di lemari di dalam tas, terletak di rumah pribadi, di lantai dua, di kamar pribadi, lemari pribadi, dan saya kira juga di dalam tas yang milik pribadi,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi, Rabu (13/11/2013) di Jakarta.

Johan membantah klaim pihak PPI yang menyatakan bahwa Rp 1 miliar tersebut merupakan uang kas PPI yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan ormas itu di sejumlah daerah. Menurut Johan, uang Rp 1 miliar itu ditemukan dalam penggeledahan di rumah atas nama istri Anas, Athiyyah Laila, yang beralamat di Jalan Selat Makassar, Perkav AL, Blok C9, Nomor 22, Duren Sawit, Jakarta Timur. Penggeledahan dilakukan terkait penyidikan Hambalang dengan tersangka Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso.

Total ada empat rumah Anas yang digeledah KPK terkait penyidikan kasus itu. Selain satu rumah di Jalan Selat Makassar, KPK juga menggeledah satu rumah lain dengan alamat yang sama; sebuah rumah di Jalan Teluk Semangka Blok C9 Kavling Nomor 1, Duren Sawit, Jakarta Timur; dan rumah di Jalan Teluk Langsa Raya C4 Nomor 7, Jakarta Timur.

Dalam penggeledahan tersebut, menurut Johan, KPK juga menyita sejumlah dokumen yang di antaranya berupa paspor milik Athiyyah, kartu nama Presiden PT AA Pialang Asuransi Wasit Suadi, kartu nama Direktur PT Adhi Karya Bambang Tru, kartu nama pegawai PT Pembangunan Perumahan Ketut Darmawan, dan dokumen terkait proses pembangunan sarana prasarana Hambalang.

Selain itu, KPK menyita lima ponsel yang empat di antaranya berupa BlackBerry. “Ada ponsel yang punya Anas,” tambah Johan.

Dia juga membenarkan bahwa penyidik KPK ikut mengamankan buku tahlil bergambar wajah Anas yang dibuat sekitar 2009. Selain itu, menurut Johan, penyidik KPK mengamankan surat yang katanya dikirimkan oleh pegawai KPK. Isi surat tersebut di antaranya menyebutkan aliran dana ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk Pemilu 2009.

Menurut surat itu, aliaran dana ke Yudhoyono ini diungkapkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam berita acara pemeriksaan yang dimiliki KPK. “Akan diklarifikasi benar tidaknya surat ini, nanti diserahkan kepada pengawas internal, sudah dihubungi, nomor teleponnya mati, tidak bisa dikontak, namanya tidak ada, hanya nomor telepon saja,” tutur Johan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com