Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Akil Mochtar Sangkal Terima Suap

Kompas.com - 03/10/2013, 20:32 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menyangkal telah menerima suap terkait kepengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di dua daerah selama diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Akil diperiksa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, sejak tertangkap tangan pada Rabu (2/10/2013) malam hingga ditetapkan sebagai tersangka siang tadi.

"Sejauh ini, AM (Akil Mochtar) menyangkal," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

Menurut Bambang, suatu hal yang wajar jika seorang tersangka menyangkal perbuatan pidana yang dituduhkan kepadanya. Sebagai tersangka, menurut Bambang, Akil memiliki hak ingkar. "Wajar tersangka menggunakan hak ingkar," ucapnya.

Kendati demikian, Bambang mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki bukti permulaan yang cukup yang menunjukkan keterlibatan Akil dalam perkara suap-menyuap terkait kepengurusan sengketa pilkada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan di Lebak, Banten.

Untuk kasus Gunung Mas, Akil diduga bersama-sama anggota Dewan Perwakilan Rakyat Chairun Nisa menerima suap Rp 3 miliar dari pengusaha Cornelis Nalau dan Bupati petahana Gunung Mas Hambit Bintih.

Sementara dalam kasus Pilkada Lebak, Akil diduga bersama-sama dengan advokat Susi Tur Andayani menerima suap Rp 1 miliar dari pengusaha Tubagus Chaery Wardana. Adapun Chaery diketahui sebagai adik dari Ratu Atut yang juga suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com