Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PP Muhammadiyah: Tak Boleh Ada Pemaksaan Keyakinan di Sampang

Kompas.com - 10/08/2013, 11:19 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, tidak boleh ada pemaksaan keyakinan dalam proses rekonsiliasi di Sampang, Madura, Jawa Timur. Apalagi, jika pemaksaan keyakinan dilakukan oleh pejabat pemerintah.

"Itu tidak bisa (ada pemaksaan). Kalau sampai pemerintah berpihak, itu pemerintah yang tidak berkeadilan," kata Din di Jakarta, Sabtu (10/8/2013).

Hal itu dikatakan Din ketika dimintai tanggapan intimidasi dan ancaman terhadap warga Syiah yang bertahan di Desa Karanggayam dan Bluuran Sampang. Mereka dipaksa meninggalkan keyakinannya jika ingin keselamatannya dijamin.

Din mengatakan, jika benar ada pemaksaan terhadap warga Syiah di Sampang, hal itu merupakan tindakan kriminal. Seharusnya negara melakukan penindakan. Pasalnya, setiap orang bebas menganut keyakinannya.

Menurut Din, untuk menyelesaikan konflik di Sampang harus dipegang prinsip kebebasan berkeyakinan. Ia berpendapat, sangat sulit untuk menyatukan pandangan antara Sunni dan Syiah yang perbedaannya sudah terjadi berabad-abad.

Dikatakan Din, baik Sunni maupun Syiah berjasa bagi peradaban Islam. Keduanya juga mempunyai kesalahan. Jika ada perbedaan persepsi siapa yang sesungguhnya pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad, kata Din, hal itu sejarah masa lalu yang tak perlu diungkit.

"Maka biarlah bagimu keyakinanmu, bagiku keyakinanku. Tapi harus hidup berdampingan secara damai. Toh kita dengan sesama non-muslim bisa hidup berdampingan dengan damai. Masa sesama muslim walaupun berbeda paham kok enggak bisa hidup berdampingan secara damai?" kata Din.

Untuk itu, Din berharap kedua kelompok bisa saling menahan diri. Jangan saling menghina.

"Biarlah Allah yang menentukan kebenaran mana yang diterima. Sekarang hidup berdampingan secara damai, tidak boleh ada pemaksaan. Itu melanggar prinsip agama itu sendiri," pungkas Din.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Yayasan Bantuan Hukum Universalia (YLBHU) Hertasning Ichlas alias Herta yang mendampingi para pengungsi Syiah mengungkapkan, warga Syiah di Sampang dipaksa oleh para pejabat pemerintah dan kepolisian setempat untuk menandatangani ikrar. Ikrar tersebut berisi 9 poin yang intinya menganggap ajaran Tajul Muluk sesat dan harus kembali ke Ahlus Sunnah.

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, dalam proses rekonsiliasi yang tengah dilakukan, perlu dilakukan persamaan persepsi antarkelompok di Sampang. Pasalnya, kata dia, ada perbedaan pandangan antara warga dengan kelompok Tajul Muluk.

"Nah kalau semua sudah selesai, maka mereka pulang ke kampung halamannya. Itu dijamin aman kalau rekonsiliasi dalam arti yang sesungguhnya bisa tercapai, yaitu pencerahan dan penyamaan persepsi," kata Suryadharma.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com