Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luthfi Tuding KPK Ingin Hancurkan PKS

Kompas.com - 01/07/2013, 18:10 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq, dalam nota keberatan atau eksepsinya, menuding Komisi Pemberantasan Korupsi diskriminatif dalam menyidik kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi yang menjerat Luthfi. Menurut tim pengacara Luthfi, ada motif politik yang mendasari proses hukum di KPK yang bertujuan menghancurkan PKS.

“Kami keberatan karena proses penegakan hukum terdakwa oleh KPK didasarkan lebih pada faktor di luar penegakan hukum daripada upaya penegakan hukum, yakni untuk mendiskreditkan atau menghancurkan suatu partai, PKS,” kata salah satu pengacara Luthfi, Zainuddin Paru, membacakan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (1/7/2013).

Eksepsi ini merupakan tanggapan atas surat dakwaan tim jaksa penuntut umum KPK yang mendakwa Luthfi melakukan tindak pidana korupsi sekaligus pencucian uang terkait kepengurusan kuota impor daging sapi.

Menurut eksepsi Luthfi, ada sejumlah indikasi yang menunjukkan KPK diskriminatif. Zainuddin membandingkan penanganan kasus Luthfi dengan kasus dugaan korupsi Hambalang. Dia mempertanyakan sikap KPK yang belum juga menahan tersangka Hambalang, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan mantan Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat Andi Mallarangeng. Sementara dalam kasus kliennya, KPK langsung menahan Luthfi sehari setelah penetapan tersangka.

“Diskriminasi terlihat saat KPK menangani kasus kader partai lain, Demokrat misalnya. Terdakwa langsung ditahan, sedangkan Anas dan Andi belum ditahan dengan berbagai alasan,” ujarnya.

Selain itu, Zainuddin menyinggung nama kader partai lain yang tidak disebut dalam surat dakwaan tim jaksa KPK. Padahal, menurutnya, nama itu disebut dalam berita acara pemeriksaan (BAP) salah satu saksi. Politikus partai lain yang dimaksud Zainuddin adalah Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Bendahara Umum Partai Golkar Setya Novanto, dan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Happy Bone Zulkarnaen.

“Indikasi adanya motif di luar hukum terbaca dalam berita acara pemeriksaan yang menyebutkan nama-nama politikus yang tidak menyebutkan nama di luar PKS, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Setya Novanto, dan Happy Bone Zulkarnaen yang disebutkan Yudi Setiawan sebagai orang dekatnya Bakrie,” katanya.

Bukan hanya itu, pihak Luthfi kembali menuding KPK sengaja memojokkan PKS dengan menyita mobil-mobil yang diparkir di kantor DPP PKS dan menangkap Luthfi saat dia sedang memimpin sidang di kantor DPP PKS.

“Ini upaya sistematis untuk menghancurkan partai Islam bernama PKS, ini bukan lagi upaya hukum, para analis menilai kinerja KPK tebang pilih, inilah saatnya PKS jadi pilihan,” tutur Zainuddin.

Tim penasihat hukum Luthfi pun menuding ada upaya pembunuhan karakter Luthfi terkait pemberitaan kasus impor daging sapi yang menyeret sejumlah nama perempuan. Menurut Zainuddin, perempuan-perempuan yang menerima aliran dana dari orang dekat Luthfi, Ahmad Fathanah, tersebut tidak ada kaitannya dengan Luthfi, tetapi dibuat tumpang tindih dengan perkara Luthfi sehingga seolah-olah satu bagian dengan perkara Luthfi.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Tersangka, Ahmad Fathanah dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (17/5/2013). Ia bersama mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, Menteri Pertanian, Suswono dan Maharani, bersaksi dalam kasus dugaan suap kuota impor daging sapi dengan terdakwa Juward Effendi dan Arya Abdi Effendi.

“Opini digiring ke arah terdakwa sebagai orang yang jahat karena bermain wanita. Inilah yang disebut festivalisasi,” ujar Zainuddin.

Minta dakwaan dibatalkan

Pada akhir eksepsinya, tim pengacara Luthfi meminta kepada majelis hakim Tipikor agar menyatakan surat dakwaan jaksa KPK batal demi hukum karena dianggap kabur, tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap. Tim pengacara Luthfi berkeberatan dengan dakwaan jaksa yang menilai Luthfi melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima uang Rp 1,3 miliar dari direktur PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi.

Menurut pihak Luthfi, posisi Luthfi sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat tidak ada kaitannya dengan kebijakan rekomendasi penambahan kuota impor daging sapi yang diterbitkan Kementerian Pertanian. Meskipun menjabat sebagai Presiden PKS, menurut pengacara, Luthfi tidak dapat memengaruhi Menteri Pertanian Suswono yang satu partai dengannya karena kebijakan soal kuota impor daging sapi juga ditentukan dua kementerian lain, yakni Kementerian Koordinator Perekonomian serta Kementerian Perdagangan.

“Kami keberatan dengan seluruh dakwaan kesatu yang menggunakan kata 'mempengaruhi' karena menurut Prof Dr Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran dan pernah sebagai anggota tim perumus UU Tipikor, mengatakan bahwa perbuatan 'mempengaruhi' tidak dikenal dalam Tipikor,” kata Paru.

Selain itu, pihak Luthfi mengaku berkeberatan dengan dakwaan tindak pidana pencucian uang yang diterapkan jaksa KPK. Menurutnya, sebelum mendakwa TPPU, tim jaksa KPK harus lebih dulu membuktikan tindak pidana korupsi yang dituduhkannya kepada Luthfi. Menanggapi eksepsi dari pihak Luthfi ini, tim jaksa KPK akan menyampaikan pendapatnya dalam persidangan berikutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

    Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

    Nasional
    Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

    Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

    Nasional
    Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

    Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

    Nasional
    Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

    Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

    Nasional
    Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

    Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

    Nasional
    Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

    Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

    Nasional
    Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

    Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

    Nasional
    Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

    Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

    Nasional
    Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

    Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

    Nasional
    Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

    Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

    Nasional
    PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

    PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

    Nasional
    Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

    Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

    Nasional
    Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

    Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

    Nasional
    Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

    Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

    Nasional
    Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

    Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com