Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU Tipikor Diotaki "Keledai"

Kompas.com - 07/04/2011, 11:37 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Rencana pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai Tindak Pidana Korupsi serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi patut dicurigai. Selain metodologi yang tidak jelas, belum pernah ada evaluasi untuk menjadi dasar pelaksanaan revisi peraturan.

"Hanya ada dua kemungkinan, ada kepentingan lain yang menunggangi rencana revisi UU atau justru revisi tersebut diotaki 'keledai'," ujar Amien Sunaryadi, mantan Wakil Ketua KPK dalam acara dialog interaktif di Universitas Padjadjaran, Kamis (7/4/2011).

Amien yang kini menjabat Senior Operations for Governance and Anti-Corruption di World Bank menjelaskan, revisi selalu dilakukan berdasarkan evaluasi penyelenggaraan undang-undang. Hingga kini, tidak pernah ada data maupun analisa yang menyebutkan bahwa pemerintah sudah efektif dalam memberantas korupsi sehingga peran KPK tidak lagi dibutuhkan.

Dari draf revisi yang beredar, lanjut Amien, dia menilai kualitasnya di bawah rata-rata, bahkan menurutnya seperti disusun oleh anak-anak. Dari format maupun tipografi banyak kesalahan. Amien mencurigai, penyusunan draf revisi diduga dilaksanakan di ruangan berpendingin udara dengan mengundang ahli hukum tanpa melihat praktik di lapangan.

Hal senada juga diutarakan Chandra M Hamzah, salah seorang unsur pimpinan KPK. Hingga kini pihaknya tidak pernah diundang dalam pembahasan revisi UU. "Kami tidak bisa menyimpulkan apakah revisi ini langkah maju atau sebaliknya karena tidak pernah diundang bertemu," ujarnya.

Menurut Chandra, KPK mengalami banyak kendala dalam memberantas korupsi akibat hambatan undang-undang. Namun, draf yang beredar tidak pernah menjawab persoalan tersebut, justru mengarah kepada pelanggaran hukum acara pidana. "Misalnya Pasal 50 yang menghapuskan pidana kepada korupsi di bawah Rp 25 juta bila dikembalikan. Padahal bukan itu syarat untuk menghapus pidana," kata Chandra.

Zainal Arifin, pengajar hukum dari UGM, menyatakan bahwa revisi UU KPK maupun UU Tipikor bagai membuka kotak pandora. Begitu dibuka, keluarlah kejahatan-kejahatan lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com