JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam momen Hari Bhayangkara ke-78, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berbicara mengenai revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Menurut Bambang, revisi UU Polri harusnya lebih mengedepankan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pengawasan eksternal terhadap Polri.
“Bukan menambah kewenangan maupun menambah usia pensiun, sementara meritokrasi tidak berjalan yang sangat berpotensi menjadi celah penyalahgunaan kewenangan,” kata Bambang kepada Kompas.com, Senin (1/7/2024).
Bambang mengatakan, pemerintah dan parlemen seharusnya membuat institusi Kepolisian memiliki sistem pengawasan yang bisa memastikan setiap anggota Polri bekerja sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi).
“Negara (pemerintah dan parlemen) harus membangun sistem untuk membuat Kepolisian lebih baik. Tentunya dengan membangun sistem pengawasan yang lebih baik dan akuntabel,” ujarnya.
Baca juga: Hari Bhayangkara Ke-78, Polri Menjauh dari Visi Reformasi 1998
Sistem pengawasan eksternal tersebut, salah satunya dengan membentuk Dewan Kepolisian Nasional yang bisa memberikan usulan pemberhentian dan pengangkatan Kapolri kepada Presiden RI.
Pasalnya, menurut Bambang, penguatan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tidak mungkin dilakukan lagi di dalam undang-undang. Sedangkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pengawasan internal.
"Idealnya tentu membentuk Dewan Kepolisian Nasional yang bisa memberikan usulan pemberhentian dan pengangkatan Kapolri pada Presiden. Dengan UU yang ada saat ini, Kompolnas dan komposisinya tentu tak akan bisa efektif melakukan pengawasan pada Polri,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri telah disetujui menjadi usul inisiatif DPR dalam Sidang Paripurna Ke-18 yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad pada 28 Mei 2024.
Baca juga: Kontras Minta Pembahasan Revisi UU Polri Dihentikan
Namun, beberapa pasal dalam draft RUU yang beredar dinilai bisa membuat ketakutan karena terkait dengan kewenangan yang semakin meluas.
Pasalnya Polri diberikan kewenangan lebih luas seperti masuk dalam bidang intelijen dan mengatur jaringan internet, hingga kewenangan penyadapan.
Dalam draf RUU Polri yang didapatkan Kompas.com dari Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi, Pasal 16A mengatur tugas Intelijen Keamanan (Intelkam) Polri, yakni menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam Polri sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional.
Kemudian, melakukan penyelidikan, pengamanan, penggalangan intelijen, hingga deteksi dini untuk mengamankan kepentingan nasional.
Baca juga: Hari Bhayangkara Ke-78, Kepercayaan Masyarakat ke Polri Tak Bisa Diwakili dari Survei
Selanjutnya, Pasal 16B ayat 1 menyebutkan bahwa kegiatan pengumpulan informasi dan bahan keterangan oleh Intelkam Polri atas permintaan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya. Itu termasuk pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi.
Lalu, dijabarkan juga soal sasaran sumber ancaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, termasuk ancaman dari orang yang sedang menjalani proses hukum.
Huruf A menyebut, “ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup”.
Kemudian, huruf B berbunyi, “terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional”.
Baca juga: Wakil Ketua DPR Akui Revisi UU Polri-TNI Perluasan Wewenang tetapi Terbatas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.