JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencari formulasi agar harga obat dan alat kesehatan di Indonesia lebih murah seperti di luar negeri.
Presiden meminta Menkes kembali menemuinya dalam dua minggu ke depan untuk menjelaskan formulasi tersebut.
Hal ini dikatakan Budi usai rapat bersama Presiden Jokowi dan menteri terkait di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2024).
"Dia ingin agar harga alat kesehatan dan obat-obatan itu bisa sama dong dengan negara-negara tetangga. Kan kita harga alat kesehatan dan obat-obatan mahal. Dua minggu saya balik (ke Istana)," kata Budi, Selasa.
Baca juga: DPR Akan Panggil Menag Yaqut, Garuda, dan Menkes Buntut Pelayanan Haji 2024 Buruk
Budi menuturkan, Kepala Negara sempat bertanya kenapa harga obat di dalam negeri mahal, namun industri farmasinya tidak maju-maju.
Ia mengeklaim, salah satu masalahnya karena inefisiensi jalur perdagangan dan tata kelola.
Oleh karena itu, tata kelola perdagangan komoditas obat-obatan harus lebih transparan supaya tidak ada peningkatan harga yang tidak beralasan.
"Tidak ada peningkatan harga yang unreasonable (tidak beralasan) deh atau unnecessary (tidak perlu) dalam proses pembelian alat kesehatan obat-obatan. Itu kan lebih masalah tata kelola dan desain proses pembelian kita itu seperti apa," ucap Budi.
Baca juga: Jokowi Bahas Rencana Pemberlakuan Bea Masuk 200 Persen untuk Produk China
Di sisi lain, Budi berpendapat mahalnya harga obat dan alat kesehatan di dalam negeri tidak terlepas dari kebijakan perpajakan (tax policy).
Budi lantas mencontohkan sejumlah kebijakan pajak yang tidak berpihak pada industri di dalam negeri.
Pemerintah tidak mengenakan bea masuk untuk impor barang jadi alat kesehatan seperti USG, namun mengenakan bea masuk 15 persen jika mengimpor bahan baku untuk dirakit di dalam negeri.
Kebijakan pajak, lanjutnya, harus dibuat lebih efisien dan lebih sederhana namun tidak mengganggu pendapatan pemerintah.
"Ini kan ada inkonsistensi. Di satu sisi kita ingin dorong industri ini supaya produksi dalam negeri, tapi di sisi lain supporting insentifnya atau insentifnya enggak line (satu garis lurus)," jelas Budi.
Baca juga: Tingkat Kemiskinan Hanya Turun 2,22 Persen Selama Jokowi Menjabat, Menkeu Enggan Beri Tanggapan
Kendati begitu, ia tidak memungkiri, masalah pajak tidak mampu menjelaskan alasan harga obat yang jauh lebih mahal 300 persen dibandingkan negara tetangga.
Adanya relaksasi, kemungkinan hanya akan menekan harga hingga 20-30 persen.
Tak heran, Presiden meminta Budi beserta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggodok formulasi.
"Itu sebabnya kita harus mencari kombinasi yang semurah mungkin, tapi isunya bukan hanya di pajak saja. Nah ini memang butuh kerja sama karena yang tahu kan sebenarnya kementerian teknis kayak saya," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.