Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul DPR Bentuk Pansus Haji, Timwas Singgung Persoalan Berulang dan Ketidaksiapan Kuota Tambahan

Kompas.com - 21/06/2024, 13:44 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR Wisnu Wijaya Adiputra mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji 2024.

Menurutnya, pemerintah gagal memanfaatkan keberadaan Indonesia sebagai penyumbang jemaah haji terbesar di dunia dan menguntungkan secara ekonomi bagi Arab Saudi.

"Pemerintah Indonesia dinilai gagal memanfaatkan aspek tersebut sebagai nilai tawar ini untuk melakukan diplomasi agar pemerintah Saudi bisa memberikan layanan yang lebih baik bagi jemaah kita dibanding negara lain," ujar Wisnu dalam keterangannya, Jumat (21/6/2024).

Ia mengatakan, banyak persoalan yang ditemukan dalam penyelenggaraan haji 2024 yang terus berulang dari tahun ke tahun. 

Baca juga: Dorong Pembentukan Pansus Haji 2024, Timwas Haji DPR: Ini Masalah Serius

 

Itu antara lain, pemondokan, katering, tenda, akses air dan toilet, kesehatan, dan transportasi, tidak hanya mendera jemaah haji reguler, tetapi juga jemaah haji khusus.

Wisnu memberi contoh Korea dan Jepang sebagai negara minoritas muslim yang tidak banyak menyumbang jemaah haji.

Dia heran jemaah asal Korea dan Jepang justru mendapat fasilitas yang jauh lebih baik dari Arab Saudi dalam hal pemondokan.

Maka dari itu, Wisnu menganggap Indonesia tidak siap dengan kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi.

Hal tersebut terbukti dengan ketidakmampuan Arab Saudi dalam menyediakan fasilitas pelayanan yang sepadan dengan banyaknya jumlah jemaah.

Baca juga: Kemenag Alihkan Kuota Tambahan Haji Reguler untuk Haji Plus, Timwas Haji DPR: Langgar Undang-undang

“Temuan di lapangan, misalnya banyak jemaah yang terlantar akibat kapasitas tenda-tenda Arafah dan Mina tidak memadai untuk menampung jemaah. Ketersediaan antara fasilitas dan jumlah jemaah yang tidak berimbang juga berdampak pada buruknya layanan transportasi, akses air dan toilet,” kata Wisnu.

Yang paling krusial, menurut Wisnu, masalah jemaah haji ilegal yang tidak menggunakan visa haji resmi.

Sebagian jemaah yang melakukan ibadah haji disebut menggunakan visa umrah yang overstay, dan sebagian lagi memakai visa kunjungan.

“Dalam rapat dengar pendapat pada 20 Mei 2024, DPR telah mengingatkan agar Kemenag bekerjasama dengan Kemenkumham dan Kemenlu membuat larangan bagi calon jemaah non visa haji agar tidak berangkat umrah atau ziarah ke Tanah Suci selama musim haji. Namun Kemenag tidak mengindahkan masukan DPR sehingga akhirnya terbukti banyak jemaah haji ilegal yang ditangkap di Saudi. Ini kan artinya pemerintah gagal melindungi warga negara sendiri,” terangnya.

Baca juga: Minta Petugas Haji Tetap Fokus, Kemenag: Urusan Politik Saya yang Tanggung

Lalu, alasan kedua kenapa perlu dibentuk pansus haji adalah, persoalan penyelenggaraan haji kompleks dan melibatkan beberapa kementerian lintas mitra komisi di DPR, seperti Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Jika yang terlibat hanya Kementeriaan Agama saja, maka cukup dibentuk panitia kerja (panja) oleh Komisi VIII DPR.

"Tapi karena melibatkan banyak kementerian maka tidak ada pilihan lain kecuali membentuk panitia khusus atau pansus,” kata Wisnu.

Sementara itu, alasan ketiga, karena adanya dugaan penyalahgunaan tambahan kuota haji oleh Kemenag yang terindikasi melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca juga: Kecewa Kuota Tambahan Haji Reguler Dialihkan ke Haji Plus, DPR: Desas-desusnya Dijual

Menurutnya, pada rapat panja terkait penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M bersama Menteri Agama pada 27 November 2023 lalu, disepakati kuota haji Indonesia 1445 H/2024 M sebanyak 241 ribu jemaah dengan rincian jemaah haji regular sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji plus sejumlah 19.280 orang.

“Namun demikian, dalam rapat dengar pendapat Komisi VIII DPR bersama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20 Mei 2024, terungkap Kementerian Agama menetapkan secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680. Dengan kata lain, mengurangi jatah kuota haji reguler sebanyak 8.400 orang karena dialihkan untuk jemaah haji khusus,” kata Wisnu.

Wisnu menyebut Kemenag terindikasi melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Pasal 64 Ayat (2), di mana disebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.

Artinya, jika total kuota haji yang didapat Indonesia sebanyak 241.000 orang, maka kuota haji khusus seharusnya hanya 19.280 orang.

“Tiga alasan inilah yang menjadikan DPR RI perlu membentuk pansus untuk mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan haji di Indonesia agar lebih baik di waktu yang akan datang. Khususnya, menyangkut keprihatinan kita bersama terkait masa tunggu haji yang sangat lama, yaitu mencapai 40 tahun,” imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yakin Tak Blunder Usung Anies-Sohibul di Pilkada, PKS: Kami Bukan Pemain Baru di Jakarta

Yakin Tak Blunder Usung Anies-Sohibul di Pilkada, PKS: Kami Bukan Pemain Baru di Jakarta

Nasional
Demo Tolak Revisi UU Polri, Aliansi Masyarakat Sipil: Kekuasaan Polisi Bakal Melebihi Presiden

Demo Tolak Revisi UU Polri, Aliansi Masyarakat Sipil: Kekuasaan Polisi Bakal Melebihi Presiden

Nasional
Yakin Partai Lain Tertarik Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Enggak Mau Aman?

Yakin Partai Lain Tertarik Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Enggak Mau Aman?

Nasional
Sejumlah Nama yang Disiapkan PDI-P untuk Pilkada: Risma-Azwar Anas di Jatim, Andika Perkasa di Jateng

Sejumlah Nama yang Disiapkan PDI-P untuk Pilkada: Risma-Azwar Anas di Jatim, Andika Perkasa di Jateng

Nasional
PKS Enggan Tawarkan Partai KIM untuk Usung Anies-Sohibul, tetapi Berbeda dengan PDI-P

PKS Enggan Tawarkan Partai KIM untuk Usung Anies-Sohibul, tetapi Berbeda dengan PDI-P

Nasional
Soal Tawaran Kursi Cawagub Pilkada Jakarta oleh KIM, PKS: Beri Manfaat atau Jebakan?

Soal Tawaran Kursi Cawagub Pilkada Jakarta oleh KIM, PKS: Beri Manfaat atau Jebakan?

Nasional
Yakin Tak Ditinggal Partai Setelah Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Elektabilitasnya Paling Tinggi?

Yakin Tak Ditinggal Partai Setelah Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Elektabilitasnya Paling Tinggi?

Nasional
PKS Ungkap Surya Paloh Berikan Sinyal Dukungan Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta

PKS Ungkap Surya Paloh Berikan Sinyal Dukungan Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta

Nasional
Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Nasional
KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

Nasional
KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan 'Back Up' Data Imigrasi

[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan "Back Up" Data Imigrasi

Nasional
Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com