Kemiskinan menggiring mereka dalam lorong kehidupan sekadar untuk “survive”: menjadi pekerja anak, putus sekolah, atau terlempar ke jalanan untuk bertarung dengan kehidupan yang ganas.
Ada pesan menarik saat Sukarno menyampaikan pidato pada 1 Juni 1945, yang kini diperingati sebagai Hari Lahirnya Pancasila.
Pesannya sangat kuat: “Kita hendak mendirikan suatu negara semua buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi semua buat semua.”
Cita-cita “negara semua buat semua” mensyaratkan keadilan sosial. Dalam pidato 1 Juni 1945, penekanan soal keadilan sosial ini, yang oleh Soekarno disebut "sociale rechtvaardigheid”, sangat kuat, diucapkan dan ditegaskan berkali-kali oleh Sukarno.
Dalam peta pikiran Sukarno, keadilan sosial adalah tujuan berbangsa dan bernegara. Tanpa keadilan sosial, maka sia-sia perjuangan kemerdekaan itu.
“Tidak boleh ada kemiskinan dalam Indonesia merdeka,” kata Sukarno.
Tentu saja, kemiskinan, terlebih-lebih kemiskinan anak, sangat memunggungi cita-cita keadilan sosial.
Fenomena seperti pekerja anak, angka kematian bayi dan balita yang tinggi, tengkes, putus sekolah, dan kekerasan terhadap anak, adalah pengingkaran terhadap pancasila.
Jalan mewujudkan keadilan sosial mensyaratkan pemenuhan hak azasi manusia (perikemanusiaan), hak untuk berpartisipasi (demokrasi), kesetaraan akses dan kesempatan (inklusi), dan politik redistribusi.
Anak-anak adalah generasi penerus. Tanpa intervensi negara, anak-anak dari keluarga miskin hanya akan menjadi penerus kemiskinan orangtuanya. Karena itu, mengatasi kemiskinan adalah adalah kunci untuk memutus lingkaran kemiskinan.
Lalu, apa yang bisa dilakukan?
Pertama, perlu ada bantuan sosial yang menyasar anak-anak yang paling tidak berdaya dan terpinggirkan.
Bantuan sosial ini untuk meringankan beban anak-anak dan keluarganya dalam memenuhi kebutuhannya yang paling dasar. Bentuknya bisa meliputi tiga aspek: bantuan tunai, bantuan pangan, dan asuransi kesehatan.
Kedua, membuka pintu akses pendidikan seluas-luasnya kepada seluruh anak bangsa. Setiap anak Indonesia harus diberikan kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas tanpa rintangan apa pun, termasuk rintangan biaya.
Ketiga, layanan kesehatan terjangkau, yang memungkinkan anak-anak dan keluarga miskin bisa mengakses imunisasi, perawatan kesehatan ibu dan anak, dan kontrol gizi yang baik.