JAKARTA, KOMPAS.com - Litbang Kompas mengeluarkan hasil jajak pendapat terkait Keterlibatan Masyarakat dalam Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK).
Dilansir dari Kompas.id, jajak pendapat itu menyebutkan, sebagian besar responden mengaku tidak tahu apa pun terkait revisi UU MK ini.
"Hanya 18 persen responden yang mengaku mengetahui revisi itu. Sebagian besar dari mereka ini mendapatkan informasi dari pemberitaan televisi nasional," tulis Litbang Kompas.
Baca juga: Jajak Pendapat Litbang Kompas: 72,6 Persen Responden Minta Pelibatan Masyarakat dalam Revisi UU MK
Adapun 82,1 persen responden mengaku tidak mengikuti sama sekali dan tidak tahu adanya revisi UU MK.
Responden yang mengetahui revisi UU MK mendapat informasi paling banyak dari tayangan televisi, yakni 10,2 persen, dari konten berita di media sosial 5,9 persen.
Kemudian dari situs web berita 1,8 persen, terakhir dari situs resmi MK 0,1 persen.
Menurut hasil jajak pendapat ini, ada dua faktor yang mengakibatkan ketidaktahuan publik sangat tinggi.
Pertama, pembahasan revisi UU MK dilakukan secara tertutup dan diam-diam.
Dari berbagai kanal informasi resmi, mulai dari situs hingga akun media sosial lembaga negara, tidak ada informasi terkait rencana pembahasan hingga hasil rapat pada 13 Mei 2024.
Informasi juga tertutup dari DPR sebagai lembaga legislatif yang berwenang menggelar revisi UU MK tersebut.
Baca juga: Diam-diam Revisi UU MK, DPR Dianggap Kucing-kucingan
Sedangkan faktor kedua, fokus masyarakat selesainya Pemilu 2024 hingga akhir bulan ini masih berkutat pada sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), baik untuk pemilu presiden maupun legislatif.
Dari jadwal yang ditayangkan MK, PHPU untuk pemilu legislatif baru selesai saat pembacaan salinan keputusan pada 7-10 Juni 2024.
Sebagai informasi, DPR disebut sembunyi-sembunyi membahas revisi UU MK pada 13 Mei 2024.
Keputusan membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK ke paripurna dilakukan dalam rapat Komisi III dengan Pemerintah pada 13 Mei 2024.
Menariknya, rapat yang dihadiri Menteri Koordinator Politik Hukum dan, Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly sebagai wakil pemerintah itu dilakukan pada masa reses DPR.
Baca juga: Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU
Dalam naskah terakhir revisi UU MK yang diterima Kompas.com, diselipkan Pasal 23A terkait masa jabatan hakim konstitusi.
Pada ayat (1) disebutkan bahwa masa jabatan hakim konstitusi adalam 10 tahun. Aturan masa jabatan ini berubah dari Pasal 22 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang menyebutkan masa jabatan hakim konstitusi selama lima tahun.
Namun, Pasal 22 tersebut dihapus dalam revisi pertama UU MK, tepatnya di UU Nomor 8 Tahun 2011 terhadap UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK disebutkan bahwa calon hakim MK harus berusia paling rendah 55 tahun.
Kemudian, Pasal 23 ayat (1) huruf c UU MK hasil revisi ketiga menyebutkan bahwa hakim konstitusi diiberhentikan dengan hormat dengan alasan telah berusia 70 tahun.
Selanjutnya, Pasal 87 huruf b UU MK hasil revisi ketiga itu menyebutkan bahwa hakim konstitusi mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.