JAKARTA, KOMPAS.com – Kabar soal anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menguntit Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Ardiansyah masih menjadi misteri.
Sejak isu ini menjadi sorotan, kedua instansi penegakan hukum itu masih bungkam hingga saat ini.
Dikutip dari Kompas.id, Febrie Ardiansyah diduga dibuntuti oleh anggota Densus 88 di sebuah restoran Perancis di Cipete, Jakarta Selatan, pada Minggu (19/5/2024).
Kemudian, disebutkan bahwa anggota Densus 88 yang membuntuti Febrie berjumlah dua orang.
Aksi anggota Densus 88 tersebut lantas diketahui oleh Polisi Militer (PM) yang telah ditugaskan mengawal Febrie semenjak Kejagung mengusut kasus korupsi timah senilai Rp 271 triliun.
Baca juga: Kata Kejagung soal Kabar Jampidsus Dibuntuti Anggota Densus 88 dan Pengawalan TNI
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengaku belum mendapat infomasi soal hal ini.
"Saya belum dapat informasi itu," ucap Ketut saat dikonfirmasi, Jumat (25/5/2024).
Sedangkan Febrie sendiri belum berkomentar apa pun soal isu yang melibatkan dirinya ini.
Kompas.com juga telah menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Wakapolri Komjen Agus Andrianto, Kadiv Propam Polri Irjen Syahardiantono, dan Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, tetapi tak kunjung mendapat respons.
Kabar liar ini turut mendapat sorotan dari banyak pihak yang meminta Polri dan Kejagung terbuka dan memberikan penjelasan.
Kapolri dan Jaksa Agung harus beri atensi
Salah satu sorotan dari Komisi III DPR RI yang membawahi bidang hukum, keamanan, serta hak asasi manusia.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menelusuri isu penguntitan terhadap Jampidsus.
“Kapolri dan Jaksa Agung mesti duduk bersama untuk menelusuri peristiwa-peristiwa ini, apa penyebabnya, bagaimana latar belakangnya, dan siapa pelakunya,” kata Taufik saat dihubungi, Minggu (26/5/2024).
Dia juga meminta agar hasil penelusuran itu kemudian harus disampaikan kepada publik.
Baca juga: Komisi III Akan Tanyakan Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus ke Polri dan Kejagung
Anggota Komisi III DPR lainnya, Arteria Dahlan, memastikan, isu tersebut juga akan ditanyakan dalam rapat internal ataupun rapat kerja dengan Kejagung dan Polri.
"Justru kalau kami tidak menanyakan nanti rakyat akan bertanya-tanya, ada apa dengan polisi," kata Arteria.
Harus ada penjelasan
Sorotan lain juga disampaikan Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto yang meminta Polri, khususnya petinggi Densus 88 AT Polri memberikan penjelasan.
"Densus 88 tentu bergerak bukan atas inisiatif masing-masing personel. Ada yang memerintahkan. Siapa dan apa motifnya tentu bisa dijelaskan oleh Kadensus 88," kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat (25/5/2024).
Menurut Bambang, klarifikasi diperlukan guna mencegah berbagai macam spekulasi liar di masyarakat.
"Apakah benar mereka adalah timnya, atau hanya digerakkan oleh oknum saja? Oknumnya siapa tentu juga bisa dijelaskan agar tak memunculkan pretensi berbagai macam di Masyarakat," imbuh dia.
Presiden harus turun tangan
Bahkan, menurut Bambang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus turun tangan menyelesaikan dugaan persoalan yang ada di dua institusi penegakan hukum itu.
“Karena ini melibatkan dua institusi negara, Presiden sebagai kepala negara yang harus turun tangan,” kata Bambang.
Bambang menyebutkan, masalah pada dua institusi ini tidak hanya terkait dengan isu penguntitan tersebut, tetapi juga pada aturan mengenai tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
Baca juga: Tanda Tanya Pembuntutan Jampidsus oleh Densus 88 dan Perlunya Kejagung-Polri Terbuka
Menurut dia, jika melihat friksi-friksi yang terjadi, seharusnya ada evaluasi secara menyeluruh mulai dari level kepemimpinan serta peraturan-peraturannya.
Bambang lantas menegaskan bahwa tidak boleh ada lagi aparat penegak hukum yang dipakai di luar untuk kepentingan negara, termasuk kepentingan penguasa sekalipun.
"Ke depan tentunya harus diatur lebih detail lagi dalam Undang-Undang soal penjagaan keamanan pejabat negara maupun teritorial fisik institusi negara. Seperti yang terjadi kemarin kan jadi masalah, Kejaksaan dijaga TNI, bukan tupoksinya. Dijaga polisi, bisa diintimidasi sendiri. Jadi repot semua,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.