JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden (Wapres) RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), berpandangan, setiap negara wajib mempertahankan kebijakan pangan dan energi.
Hal ini disampaikan JK saat menjadi saksi meringankan atau a de charge untuk perkara mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
Diketahui, Karen Agustiawan merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) di PT Pertamina.
Pernyataan JK itu disampaikan menjawab pertanyaan Kuasa Hukum Karen Agustiawan, Luhut Pangaribuan, terkait kebijakan pemerintah untuk ketahanan energi.
Baca juga: JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi
“Ada dua ketahanan yang selalu negara apa pun harus menjaga dan mempertahankannya, yaitu kebijakan pangan dan kebijakan energi,” kata JK dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
JK menyampaikan, ketahanan pangan sangat penting dijaga negara untuk memastikan kecukupan sumber makanan bagi rakyat. Sementara itu, ketahanan energi juga mutlak dipertahankan oleh negara guna memastikan berbagai program pemerintah dapat berjalan.
“Kenapa pangan? Karena harus kita kalau tidak ada makanan tentu berbahaya. Energi juga, kalau tidak ada energi yang cukup untuk satu bangsa maka tentu masalah besar bangsa itu dan juga ekonomi sulit, dan investor atau industri akan macet,” kata JK.
“Karena itulah ketahanan energi mutlak dilakukan untuk suatu negara, termasuk kita semuanya,” ucapnya.
Sebelumnya, Luhut Pangaribuan menjelaskan, alasan menghadirkan JK dilakukan untuk membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan telah terjadi kerugian negara dalam proyek pengadaan LNG.
Pasalnya, pembelian LNG oleh Pertamina dari Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC pada tahun 2013 dilakukan terkait dengan ketahanan energi sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006.
“Pada saat yang sama Pertamina memerlukan untuk keperluan sendiri selain entitas industri lain seperti PLN dan sebagainya. Pembelian itu senarnya jika dihitung sidah untung sampai dengan hari ini sekitar 91 juta dollar AS,” kata Luhut kepada Kompas.com, Rabu (15/5/2024).
“Pembelian untung kok disebut kerugian keuangan negara?Jadi Pak JK (dihadirkan kaitannya dengan perintah jabatan yang mana pada waktu itu beliau Wapers,” imbuhnya.
Baca juga: Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor
Berdasarkan surat dakwaan Jaksa KPK, tindakan melawan hukum melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan CCL LLC ini dilakukan Karen bersama dengan eks Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto.
Jaksa menjelaskan, tindakan yang dilakukan oleh Karen adalah memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tapa adanya pedoman pengadaan yang jelas.
Menurut Jaksa, pengembangan kilang LNG ini hanya diberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Selain itu, Karen juga tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Baca juga: Jusuf Kalla Bersaksi untuk Kasus Karen Agustiawan Hari Ini
Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.
Pasalnya, terjadi over supply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Kejadian ini lantas membuat Pertamina menjual rugi LNG di pasar internasional.
Atas tindakannya, Karen diduga telah memperkaya diri sendiri Rp 1.091.280.281,81 dan 104,016,65 USD. Selain itu, eks Dirut Pertamina ini diduga turut memperkaya Corpus Christi Liquedaction sebesar 113,839,186.60 USD.
Total kerugian negara sebesar 113,839,186.60 USD ini diketahui berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) RI dan Instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Karen disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Jusuf Kalla Disebut Bakal Jadi Saksi dalam Sidang Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan
Sebagai informasi, selama proses penyidikan ini KPK telah memanggil sejumlah pejabat di lingkungan Pertamina, termasuk Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan eks Komisaris perusahaan negara tersebut, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Selain keduanya, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan juga sudah diperiksa penyidik.
Karen membantah pengadaan LNG itu merupakan aksi pribadi. Menurutnya, pengadaan tersebut merupakan aksi korporasi karena disetujui direksi secara kolektif kolegial.
“Jadi pengadaan LNG ini bukan aksi pribadi, tapi merupakan aksi korporasi Pertamina berdasarkan Inpres (Instruksi Presiden)," kata Karen saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada 19 September 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.